Selasa, 11 Mei 2010




TPI BANGKRUT???

MENJAMURNYA stasiun televisi swasta di Indonesia, rupanya membuat persaingan semakin ketat.
Bahkan akhirnya TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) diputus bangkrut oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, (14/10) lalu.

PEKERJA yang tergabung dalam wadah Serikat Pekerja Cipta Kekar Televisi Pendidikan Indonesia, langsung berunjuk rasa di depan sejumlah gedung institusi peradilan di Jakarta, Senin (26/10). Sementara Aliansi Jurnalis Independen (AJI), minta TPI jangan terlantarkan pekerja.

Namun tidak semua menyambut "hangat" kabar pailit ini. Buktinya, seorang wartawan senior TPI, hanya menyikapi dengan dingin. "Ya, kita terima sajalah, kalau pihak manajemen memang maunya begitu. Kita sih karyawan, yang penting dibayar pesangon dan diselesaikan hak-hak pekerja," kata wartawan TPI yang menolak ditulis identitasnya tersebut, saat dihubungi Harian Terbit, Senin (26/10) malam.

Sementara itu, AJI Indonesia menilai putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap PT Cipta TPI (TPI), lalu mengancam kelangsungan hidup 1.083 pekerja.

Dalam rilis yang diterima Antara Biro Jatim, Minggu (25/10), AJI Indonesia meminta manajemen TPI tidak menelantarkan pekerja ketika pailit benar-benar terjadi dengan memenuhi seluruh hak-hak pekerja TPI.

Menurut AJI, putusan pailit itu kini membuat resah 1.083 pekerja stasiun teve milik grup Media Nusantara Citra (MNC) itu.

Putusan itu dinilai AJI Indonesia akan dapat berimbas buruk atas diabaikannya
hak-hak pekerja hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.

Apalagi, sejumlah kasus pailit memang kerap membuat pengusaha lebih memilih untuk
mengabaikan hak-hak pekerja atau pekerja hanya masuk dalam hitungan terakhir, karena pengusaha cenderung membagikan aset kepada kreditor dan pemegang saham.

AJI mencatat, pailit TPI bermula dari gugatan Crown Capital Global Limited yang
mengklaim telah memegang obligasi TPI senilai US$53 juta.

Obligasi itu diterbitkan pada 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada 24 Desember
2006. Tetapi hingga tanggal jatuh tempo, TPI tak kunjung melunasi utang itu sehingga Crown
pun mengajukan gugatan pailit.

Meski dalam pada neraca keuangan TPI pada 2007 dan 2008 utang obligasi itu tak tercantum lagi, namun majelis hakim berpendapat sepanjang persidangan tidak ada pihak yang membuktikan pelunasan tagihan pada 2007 dan 2008.

Oleh karena itu, majelis hakim menilai permohonan pailit Crown Capital memenuhi syarat pembuktian sederhana sebagaimana ditentukan Pasal 8 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Kini, TPI yang memiliki market share 10% dari 40 juta pemirsa di Tanah Air dengan 75% sahamnya dimiliki PT MNC melalui PT Berkah Karya Bersama. MNC adalah anak usaha PT Global Mediacom Tbk yang dulu bernama PT Bimantara Citra dan dikendalikan Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (Hary Tanoe).

Sebelumnya, pemilik TPI adalah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) dan manajemen TPI saat ini menduga obligasi hanya akal-akalan dari Tutut untuk menutupi dugaan penggelapan uang TPI.

Terlepas dari pertarungan para kapitalis media tersebut, AJI Indonesia memandang
pemenuhan hak-hak pekerja media harus tetap diutamakan. Oleh karena itu, AJI mendukung jalan yang ditempuh Serikat Pekerja TPI untuk mengonsolidasikan diri dalam mengantisipasi pelanggaran hak-hak pekerja jika TPI benar-benar pailit.

Berkaca dari kasus TPI dan sejumlah kasus lain, AJI Indonesia menyerukan kepada seluruh pekerja media di Indonesia untuk bersatu membangun kekuatan dan solidaritas dalam wadah serikat pekerja media, kendati pemilik media selalu berupaya keras menghadang.

Dalam catatan AJI Indonesia, pelanggaran terhadap hak-hak pekerja media antara lain menghalangi pekerja untuk bergabung di dalam serikat, intimidasi, memutasi pengurus atau anggota serikat, menjatuhkan PHK, membentuk serikat pekerja boneka, menolak diajak berunding PKB (Perjanjian Kerja Bersama), dan membuat peraturan perusahaan sepihak.

Pernyataan sikap AJI Indonesia bernomor 072/AJI-Div. SP/P/X/2009 itu ditandatangani
Winuranto Adhi (Koordinator Divisi Serikat Pekerja) dan Nezar Patria (Ketua Umum). (aliem/kpl)














IIS DAHLIA IKUT PRIHATIN......

KABAR TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) pailit, mengusik penyanyi Iis Dahlia. Artis dangdut yang sering kali tampil di TPI ini, juga menyayangkan hal tersebut.

"Sayang, kalau masih ada jalan harusnya masih bisa diselamatkan. Kalau pun nggak bisa, acara-acara yang bagus dimerger ke grup MNC," ujarnya saat dihubungi wartawan via telepon, Senin siang.

"Kasihan dengan karyawan yang punya keluarga. Kalau pun di-PHK, diberikan pesangon sewajarnya dan sesuai, atau mereka disalurkan pada grup MNC lainnya," tambah Iis.

Kekhawatiran Iis, memang beralasan. Sekitar seribu lebih pekerja TPI, kini ketar-ketir karena terancam dipecat. Karenanya, sekitar 200 orang yang tergabung dalam Serikat Pekerja Cipta Kekar Televisi Pendidikan Indonesia, berunjuk rasa di depan sejumlah gedung institusi peradilan di Jakarta, Senin (26/10), untuk menolak ancaman kepailitan.

Dalam aksinya, mereka kerap menyanyikan lagu dan yel-yel yang menyatakan penolakan
terhadap pailit. Selain itu, terdapat juga berbagai spanduk yang antara lain bertuliskan "Tolak Pailit TPI", "TPI Bukan Pailit Project", dan "Anak Kami Butuh Sekolah".

Orator juga meneriakkan komitmen mereka agar TPI akan tetap terus mengudara dan
para karyawannya juga akan tetap terus berkarya meski di bawah tekanan ancaman kepailitan. Aksi tersebut sempat menghambat arus lalu lintas di Jalan Medan Merdeka Utara dari arah Stasiun Gambir.
Para pengunjuk rasa tersebut memulai aksinya di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (26/10), sekitar pukul 11.00 WIB. Selain aksi unjuk rasa, mereka juga memasukkan memori keberatan terhadap putusan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus tanggal 14 Oktober 2009 yang menyatakan bahwa PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia pailit.

Para pendemo tersebut pada intinya menginginkan agar putusan PN Niaga bernomor 52/Pailit/2009/PN.NIAGA.JK
T.PST segera dibatalkan karena akan berakibat pada dirumahkannya ribuan karyawan.

"Terdapat sebanyak 1.086 karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan," kata koordinator aksi, Erik Tomolagi. Erik menegaskan, aksi tersebut tidak merupakan pesanan atau titipan dari pihak mana pun yang sedang bersengketa terkait dengan kasus kepailitan TPI.

Setelah dari PN Jakpus, mereka melanjutkan aksinya di depan Gedung Mahkamah Agung
di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, pada sekitar pukul 12.00 WIB. (aliem/kpl)

0 komentar:

Posting Komentar