Minggu, 30 Mei 2010






Mendidik secara paksa
membuat anak jadi gamang

BEKASI -- Ibu sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga setelah guru di sekolah. Karena itu, orang tua dan guru adalah partner dalam mendidik, keduanya harus bersinerji dan berkolaborasi agar bisa mengantarkan anak didik ke arah yang lebih sukses.

Demikian yang terungkap dalam seminar bertajuk "Ibu sebagai Pendidik dan Manager Yang Cerdas" yang digelar Assosiasi Pengusaha Muslimah (Alisa) Khadijah Kota Bekasi, Sabtu (29/05), di Mal Bekasi Square. Tampil sebagai narasumber DR Hj Tience Darmiati (Dosen Psikologi IPB), Hj Ratih Sanggarwati (Selebriti, Model) dan Hj Asma Ratu Agung SE (Owner Baso Sehat).

Tience Darmiati mengatakan, sebagai pendidik utama dan pertama, ibu sebaiknya tidak perlu memaksakan anaknya agar mendapatkan prestasi di bidang tertentu seperti IPA, matematika, Bahasa Inggeris. Tapi biarkan saja anak yang memilih sesuai minat.

"Karena kemampuan yang ada pada setiap anak, bisa dioptimalkan. Jadi tidak mesti harus dipaksa. Faktor cerdas dan kreatif itu, tidak datang begitu saja, tapi dibutuhkan kreativitas, pengamatan, pengalaman sehari-hari yang bisa dilihat dan dilakukan oleh anak yang bersangkutan," kata doktor psikologi ini.

Tience mengingatkan agar sebagai orang tua, jangan sekali-sekali mendidik anak dengan cara overprotektif atau berlebihan dan otoriter. Karena hal tersebut membuat anak menjadi gamang atau tidak percaya diri, egois, introver (tertutup) yang lambat laun jika dewasa nanti.

"Dampaknya, bila anak sudah dewasa ia akan menjajah orangtuanya," kata Tience.

Menurut Tience, banyak anak yang intelegensinya sangat tinggi, tapi tidak berhasil di masyarakat karena ada beberapa kemampuan yang tidak dimiliki anak tersebut. Seperti bagaimana memenej emosinya, bagaimana memperguanakan dengan baik intelejensinya, karena kurang bimbingan dari orang tua.

"Di sinilah diperlukan pendidikan keluarga bagi anak sejak dini seperti banyak mendongeng pada anak,mengajari membaca pada anak bukan hanya mengenal huruf A-Z saja, tapi mengajari membaca dengan cara satu suku kata saja. Seperti bangku, meja, bola, lama-kelamaan menjadi satu suku kata," katanya.

Sementara selebriti Hj Ratih Sanggarwati lebih banyak berbagi pengalaman sebagai orang tua dengan peserta seminar. Menurutnya, orang tua dan guru adalah partner dalam mendidik. Karena itu, perlu diterapkan pendidikan kedisiplinan dalam rumah tangga.

Menurut calon Bupati Ngawi, Jateng, yang dicalonkan Partai Persatuan Pembangunan ini, ada tiga bentuk pendidikan kedisiplinan yang dia terapkan dalam rumah tangga. Pertama, peraturan yang dibuat oleh ayah dan ibu. Kedua, peraturan yang dibuat oleh anak. Ketiga, peraturan yang disepakati dua belah pihak antara anak dan orang tua.

Dari pendidikan disiplin di atas, kata pragawati papan atas ini, yang lebih efektif adalah pendidikan yang ketiga atau peraturan yang disepakati, karena saling menguntungkan.

Karena itu, Ratih yang sibuk dengan berbagai aktivitas, mencontohkan dirinya yang hanya memiliki waktu terbatas dengan anaknya. Dia hanya bisa bertemu dengan anaknya pada pagi hari menjelang ke sekolah. dan pada saat menjelang tidur malam.

"Tapi Alhamdulillah, anak bisa dapat rangking satu. Namun bukan itu yang terpenting, yang saya inginkan hanyalah agar anak mematuhi peraturan di rumah dan di sekolah. Itu saja sudah cukup," katanya.

Ketua Panitia Seminar, Dra Hj Vera Susanti MSi mengatakan seminar ini diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian Alisa Khadijah Kota Bekasi terhadap peningkatan wawasan wanita muslimah dalam hal mendidik anak. Disamping memperkenalkan kepada muslimah bagaimana meningkatkan ekonomi keluarga melalui usaha kesejahteraan keluarga. (aliem)

0 komentar:

Posting Komentar