JAKARTA -- Pembangunan 76 unit barak kerja baru di areal Perkampungan
Industri Kecil (PIK) Pulogadung, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, saat
ini terhenti akibat permohonan izin mendirikan bangunan (IMB) yang diajukan,
ditolak Walikota Jakarta Timur untuk diproses.
Berdasarkan pantauan Harian Terbit, Minggu (5/9), kondisi ke-76 unit barak kerja tersebut saat ini tak ubahnya seperti bangunan tak bertuan. Terlantar dan tampak tumpukan material bangunan seperti kerikil, batu kali, semen, besi dan kayu balok berserakan dimana-mana. Pedagang gerobak memanfaatkan lahannya untuk berdagang dan pemulung memilah-milah barang bangunan yang tidak terpakai.
Penolakan Walikota Jaktim melalui Sudin Pembangunan dan Pengawasan
(P2B) bidang Perijinan Jakarta Timur tersebut, dibenarkan Kepala Badan
Lananan Umum (BLUD) Pengelola Kawasan Pusat Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Permukiman Pulogadung (PPUMKMP), Yusuf Bachrudin yang dikonfirmasi Harian Terbit, kemarin.
"Sementara pembangunan dihentikan karena dianggap menyalahi
peruntukan bangunan. Kami sudah mengajukan permohonan ke Gubernur DKI Jakarta
agar dilakukan revisi, hingga kami bisa meneruskan pembangunan lagi," kata Yusuf
Bachrudin.
Kepala Seksi Operasi dan Pengawasan Sudin P2B Bidang Pengawasan Jakarta Timur, Akhlak, secara terpisah mengakui pihaknya telah mengirimkan Surat Perintah Penghentian Pekerjaan Pembangunan (SP4) kepada pihak BLUD-PPUMKMP Pulogadung. Alasannya lahan yang digunakan mendirikan bangunan, bukan peruntukan sebagai bangunan barak kerja.
Menurut Yusuf, barak kerja baru ini sebenarnya dibangun dikhususkan untuk
kegiatan industri kecil di atas lahan seluas 4000 m2. Barak kerja ini
didesain lebih layak, tidak seperti barak kerja lama yang sudah tidak layak,
semrawut, jorok hingga sudah tidak bisa lagi dipertahankan.
"Kondisi barak kerja ini diperparah karena sekaligus berfungsi
sebagai tempat tinggal pengusaha dan pekerjanya. Pokoknya, untuk kondisi
sekarang ini, barak kerja di PIK sudah tidak sehat lagi," kata Yusuf.
Yusuf mengakui, barak kerja lama, saat ini penataan dan penggunaan
sarana pendukung kerja PIK tersebut semakin tidak terkendali dengan adanya
pemanfaatan fungsi tambah. Misalnya, secara sepihak pengusaha melakukan
penambahan teras, membuat jalan, menambah aliran listrik.
"Soal aliran listrik secara serampangan, bisa berbahaya karena
sewaktu-waktu terjadi kebakaran akibat hubungan arus pendek. Nah, kalau sudah
kebakaran, kita semua jadi repot," kata Yusuf didampingi Kepala Humas dan Bagian Umu-m BPLIP, Anton Hasudungan Pakpahan. (aliem)
Minggu, 05 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar