Minggu, 28 November 2010


SAYA AKAN KEJAR KORUPTOR

YANG SENGSARAKAN RAKYAT

Lahir sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara di Makassar 11 Agustus 1959, dari lingkungan keluarga yang agamis. Ayahnya, Muhammad Yasin Limpo, tokoh Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Dia adalah Hajjah Dewi Aryaliniza, ibu rumah tangga yang aktif di dunia politik dan sosial kemasyarakatan, aktivis Lions Club dan Ketua DPD Partai Hanura Sulawesi Selatan. Bagaimana pandangannya tentang

Korupsi? Berikut petikan wawancaranya dengan Majalah Vonis Tipikor.

Apa motivasi masuk GN-PK?

Saya melihat begitu maraknya kasus korupsi di negeri ini dan begitu banyak oknum yang terlibat daam kasus korupsi. Baik yang baru tahap indikasi adanya aroma tindak pidana korupsi, maupun yang sudah dalam penyidikan. Itu semua yang memanggil nurani saya, apa sih krateria yang dikategorikan

masuk dan memenuhi unsur korupsi? Selama ini saya sudah banyak tahu apa itu korupsi, tapi saya merasa harus lebih jauh lagi dan mempelajari lebih dalam. Memang memberantas korupsi memerlukan waktu, tapi paling tidak, bisa mengurangi.

Sebagai ibu rumah tangga yang juga aktif di bidang sosial kemasyarakatan, bagaimana membagi waktu?

Saya memang selama ini banyak terjun dalam kegiatan sosial. Sekarang beralih bergelut di partai politik. Selain ibu rumah tangga, saya adalah Ketua DPD Partai Hanura Sulawesi Selatan. Sekalipun aktif di partai politik, tapi kegiatan sosial tidak pernah putus. Mengatur antara anak dan rumah tangga suatu kewajiban. Tapi sekarang anak sudah besar dan sudah punya menantu, lebih banyak bolak-balik Makassar-Jakarta karena ada tinggal di Jakarta. Ada 3 anak, satu sudah berumah tangga. Suami saya, pegawai Pemda Kabupaten Gowa, namanya Andi Taufan ang.

Apa obsesi yang belum terwujud hingga sekarang?

Saya ingin agar ada kepastian hukum negeri ini. Dalam masalah apa saja. Terus terang, dari pengalaman saya selama ini, membuat saya hampir frustasi. Ke pengadilan membuat masyarakat enggan, sebab bukan rahasia lagi kalau di tempat ini ada permainan-permainan. Ini membuat motivasi masuk GN-PK, prestasi kita tidak dihargai, malah diobok-obok, dipolitisir.

Tapi semua saya bawa senang. Hidup ini harus ada susah ada senang, kalau senang terus kita akan lupa kepada Tuhan.

Siapa yang lebih berperan dalam keluarga?

Kebetulan bapak dan ibu saya sama, keduanya mantan orang birokrat. Bapak saya, Muhammad Yasin Limpo, tokoh Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Kedua orang tua telah mengisi macam-macam masukan. Termasuk pesan-pesan yang selalu kami ingat anak-anaknya. Intinya adalah bahwa kekayaan itu bukan dari banyaknya harta, tapi bagaimana mengangkat taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik. Pikirkanlah yang baik-baik. Banyak uang tapi tidak bisa tidur, ya percuma.

Begitu pula dalam keluarga. Tiada hari tanpa diskusi, masing-masing diberi kesempatan memperahankan pendapat. Di dapur pun, atau lagi makan, kita berdiskusi.

Usul Anda untuk GN-PK Pusat?

Dengan mengikuti diklat GN-PK, banyak mendapatkan hal baru. Orang mungkin masih banyak yang tidak tahu apa itu korupsi, termasuk ukuran di tingkat bupati, walikota, gubernur. Usul saya selaku wakil dari Sulawesi Selatan, nanti sepulang dari mengikuti diklat agar di Sulawesi Selatan agar juga diberi kesempatan mengadakan pelatihan, diklat, dengan memberi peluang bagi setiap daerah mengutus teman-teman jadi pengurus. Kalau perlu kita undang gubernur, walikota, bupati diajak sebagai nara sumber atau peserta, agar mengenal apa itu korupsi sekalipun mereka sudah pada tahu. Karena saya berangkat dari dunia bisnis, saya juga bekas kontraktor, ya saya tahu bagaimana permainan di daerah he he he....

Kalau berandai-andai bisa dilahirkan kembali, Anda ingin jadi apa?

Mau menjadi orang yang berarti bagi orang lain. Kita juga perlu memikirkan akhirat, jangan urusan duniawi melulu. Kalau akhirat didahulukan, dunia akan mengikuti. Sesuai motto GN-PK, pastikan darah yang mengalir dalam tubuhmu adalah yang halal. Untuk mencapai target itu semua, saya harus menjadi Dewi-Dewi (menyebut namanya sendiri) yang lain. Bagaimana agar bisa mempertahnakan hak-hak, jadi mulai sekarang harus memperbaiki hidup dan memperbanyak belajar. Bagaimana bisa agar rumah kita bagus tapi badan kita tidak bau apek.

Dalam bidang politik, bagaimana perjalanan Anda menuju kursi DPR RI?

Untuk masuk ke gedung DPR RI, adalah suatu perjalanan yang berliku. Allah belum memperlihatkan kebesaran-Nya, tapi saya yakin kebenaran itu akan muncul. Saya pada Pileg 2009 lalu, saya Caleg dari Dapil (daerah pemilihan) 1 Sulawesi Selatan dari Partai Hanura. Saya gugat atas suara yang hilang, lalu MK (mahkamah konstitusi) memenangkan saya. Pada saat keluar SK dari MK, KPU tidak mau melantik. Alasannya ada surat dari panitera MK yang mengabarkan bahwa ada surat palsu sehingga itulah yang membuat pelantikan tertunda. Tapi menurut saya, kalau itu palsu kenapa tidak diperiksa labkrim. Kenapa KPU tidak mau melantik?

Kalau suatu saat perjalanan politik Anda akhirnya sampai juga ke gedung DPR RI, apa yang akan diperjuangkan?

Kita peduli orang yang masih prasejahtera. Selain pemberian Sembako, tapi juga pendidikan politik dan lebih banyak ke bidang kesehatan cuma-cuma. Juga menggelar doa dan dzikir yang tidak dilakukan di dalam mesjid tapi digelar di luar ruangan dengan nuansa yang lebih lain, lebih khuzu.

Kebetulan kalau di Dapil saya, memang masih banyak buta huruf, pra-sejahtera. Saya akan mengejar pelaku korupsi yng menyengsarakan rakyat.

Bagaimana menempatkan diri di tengah anggota keluarga yang bupati dan bahkan Gubernur Sulawesi Selatan?

Di keluarga saya, tidak ada masalah. Pada saat anaknya agar siap-siap karena akan mendapat tantangan. Saya punya prinsip sendiri yang tidak akan berubah hanya karena saudara saya kebetulan pejabat di daerah. Tidak ada masalah berhadapan dengan saudara. Saya tujuh bersaudara dan saya anak keempat.

Soal korupsi di daerah Anda Sulawesi Selatan, bagaimana melihatnya?

Di Sulawesi Selatan soal korupsi memang masih perlu penanganan intensif. Saya juga tidak perlu terlalu banyak ngomong korupsi, nanti dikira sok tau, sekalipun pernah dapat gelar sebagai “macan betina dari timur”. Ada yang memberi masukan kalau pembangunan Bandara Internasional Hasanuddin Makassar beraroma korupsi, saya belum tahu apa ada aroma korupsi, juga karebosi. Sebenarnya ada persoalan lebih besar lagi di Sulawesi Selatan. Tapi maaf, tidak etis kalau saya ngomong sekarang. (Nur Aliem Halvaima)


0 komentar:

Posting Komentar