Rabu, 19 Mei 2010


JAKSA Agung dan Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung (MA), didesak memeriksa jaksa dan hakim terkait bebasnya 2 terdakwa kasus korupsi Rp17,9 miliar proyek Waduk Rawa Babon, di PN Jakarta Timur.

"Perkara ini pasti ini ada apa-apanya. Jaksa Agung dan Mahkamah Agung jangan diam saja, harus diperiksa jaksa yang menangani kasus ini dan hakim yang memutus bebas para terdakwa," kata praktisi hukum Indra Sahnun Lubis.

Pernyataan Indra Sahnun disampaikan, Selasa (14/07), terkait bebasnya 2 terdakwa korupsi M.Iwan Saali (mantan Camat Ciracas) dan Agus Karsono Dawoed (Kasudin PU Tata Air), dalam persidangan terpisah dengan majelis hakim dan JPU berbeda di PN Jaktim.

Terdakwa Iwan Saali yang semula dituntut 7 tahun, diputus bebas oleh majelis hakim diketuai Sarpin Rizaldi. Sedang Agus Karsono, divonis tidak bersalah oleh majelis hakim diketuai Tamrin Tarigan yang sebelumnya juga dituntut 7 tahun. Kedua terdakwa dituduh melakukan korupsi oleh JPU dari Kejati DKI.

Menurut Indra Sahnun, dirinya mensinyalir ada permainan dan konsfirasi di balik bebasnya terdakwa Iwan dan Agus yang masih berstatus PNS Pemda DKI. Mengingat jadwal sidangnya tidak pernah jelas, dan bahkan sering tertunda-tunda.

"Jangan-jangan ada unsur suap, sebab perkara ini sendiri terkesan janggal. Masak terdakwa Iwan ditahan sekian bulan di LP Cipinang dan terdakwa Agus malah tidak ditahan dengan hanya status tahanan kota, koq giliran diajukan ke pengadilan hakim memutus keduanya tidak bersalah," kata Indra.

Presiden Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP-KAI) ini, juga mengkritisi kinerja jaksa dan hakim yang belakangan ini banyak menimbulkan kontroversi dalam menangani kasus korupsi.

"Saya tidak mengerti siapa yang salah, apa penuntut umum yang tidak propesional dalam menyidik dan menyusun dakwaan, atau justeru hakimnya yang tidak mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat?," kata Indra Sahnun.

Karena itu, Indra meminta Jaksa Agung Hendarman Supanji selektif dalam menugaskan tim jaksa dan benar-benar memilih penuntut Jaksa yang profesional dalam menangani kasus korupsi.

Begitupun kepada hakim perkara korupsi, sebaiknya Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung (MA) juga memeriksa hakim di mana pun bertugas, apa pertimbangannya kenapa terdakwa perkara korupsi bisa bebas?

"Kalau hakim-hakim seperti ini tidak segera dibenahi oleh Ketua Muda Bidang Pengawasan MA, dikhawatirkan akan terulang kembali pada perkara korupsi yang lain sehingga masyarakat tidak percaya lagi kepada MA dan Kejaksaan," kata Indra.

Sebelum putusan bebas ini dijatuhkan hakim, sudah menjadi perbincangan hangat di luar ruang sidang. Komisi Yudisial (KY), misalnya, pernah ditantang datang ke PN Jaktim mengawasi persidangan perkara korupsi Rp17,9 miliar, terutama dalam agenda pembacaan putusan, Kamis (18/06) bulan lalu.

Pasalnya, majelis hakim PN Jaktim yang diketuai Tamrin Tarigan SH ini, terus menunda-nunda pembacaan putusan. Terdakwa Agus Karsono Dawoed, Kasudin PU Tata Air Jakarta Timur, sudah dituntut 7 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati DKI Jakarta.

Namun sejak pembacaan tuntutan tersebut, persidangan terhenti. Bahkan, agenda sidang Kamis (25/06) bulan lalu itu yang sedianya pembacaan putusan, gagal dilakukan karena hakim belum siap. Kabarnya ada hakim pulang kampung karena ada hajatn keluarga.

Menurut Reinaldi L. Gaol, Ketua Monitoring Penegakan Hukum Indonesia (MPHI), masalah sidang putusan yang ditunda hakim itu, boleh-boleh saja kalau memang putusannya dinyatakan belum siap untuk dibacakan.

"Namun dalam kurun waktu satu bulan, seharusnya putusan tersebut sudah siap dibacakan di depan persidangan. Hal ini kita mengkuatirkan dapat memberi peluang untuk meringankan hukuman, atau malah bisa saja membebaskan terdakwa Agus," kata Reinaldi, dengan nada curiga.

Kecurigaan Reinaldi, bukan tidak beralasan. Beberapa waktu lalu pada perkara yang sama, terdakwa Drs H.M Iwan (Camat Ciracas), sudah divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Sarpin Rizaldi, SH. Jaksa Penuntut Umum langsung menyatakan kasasi ke MA dan Iwan malah dilantik Walikota Jaktim sebagai Camat di Cipayung, wilayah tetangga tempat Iwan dulu menjabat camat sebaga Camat Ciracas.

"Di sinilah Komisi Yudisial (KY) ditantang untuk datang ke pengadilan mengawasi persidangan dalam pembacaan putusan nanti. Karena selama ini, kami melihat Komisi Yudisial hanya menunggu laporan dari masyarakat saja, mereka jarang turun mengawasi proses persidangan di pengadilan," kata Reinaldi.

Ketua MPHI menambahkan, mengenai hukuman terdakwa, biarlah dihukum yang setimpal dengan perbuatannya. Karena itu, hakim haruslah benar-benar bertindak secara adil, tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. NAH@JKT 140709



0 komentar:

Posting Komentar