Senin, 03 Mei 2010






PESTA musik blues bertaraf internasional, berlangsung semarak di Istora Senayan, jakarta, Sabtu (7/11) siang hingga tengah malam selama 11 jam nonstop, dari pukul 13.00 hingga 24.00 WIB di 4 panggung dengan dimeriahkan 40 artis dan musisi.

Dari pengamatan Harian Terbit, ke-4 panggung tersebut dipadati penonton. Masing-masing Stage Red (panggung merah) menampilkan antara lain Bondan Prakoso & Fade 2 Black. Panggung hitam (black stage) ada band Normal, Aligator dan lain-lain, panggung hijau (green stage) ada blueser muda berbakat Adrian Adieotomo dan panggung biru (blue stage) didominasi musisi tamu dari mancanegara.

Kalangan "die-hard blues", tumpah-ruah sambil menghentakkan kaki, menggerak-gerakkan kepala dan tangan, memenuhi empat panggung di acara "Djarum Super Jakarta
Internasional Blues Festival (DSJIBF) 2009" ini.

"Musik blues yang biasanya lebih sering terdengar mengalun dari balik dinding kafe, kini kembali digaungkan ke lingkup yang lebih luas dan bergengsi. Musik blues bukan lagi untuk konsumsi kalangan orang tua, kami yang muda-muda juga menyenangi koq," kata Nadia Fatira, musisi muda beraliran pop rock, yang ditemui Harian Terbit di balik panggung.

Hajatan para komunitas "penggila blues" yang dibuka Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo ini, tidak menyurutkan "blueser" tua-muda meski harus menguras isi kocek untuk membeli tiket seharga Rp100 ribu ini.

"Inilah pesta para blueser asing dan lokal yang ditunggu-tunggu oleh kalangan 'penggila blues'. Sebelumnya sudah pernah digelar perdana dan cukup sukses pada 13 Agustus 2008 silam," kata Odink Nasution, Ketua Indonesian Blues Association (InaBlues) kepada Harian Terbit, di sela-sela berlangsungnya pesta musik blues ini.

Menurut Odink, pesta kali ini merupakan festival blues pertama dan terbesar di Asia Tenggara yang hadir dengan mengangkat tema "Back to the roots of all music". Selain itu,
acara ini akan menampilkan deretan musisi dan band blues yang jauh labih banyak dan beragam. Baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Ketua Panitia, Wibowo Suseno Wiryawan menambahkan, tentunya festival blues ini bukan sebuah pergelaran yang diwujudkan karena sekadar ingin memberi "kesempatan" bagi genre ini untuk eksis di tengah maraknya festival jenis musik lain.

"Sejak ditemukan oleh para budakketurunan Afrika-Amerika di sepanjang semenanjung Delta Mississipi pada akhir abad 19 (sekitar tahun 1895), bisa dikatakan blues telah berkembang sangat pesat dan mengakar kuat di hampir semua lapisan musik. Kita bisa menemukannya di festival jass, irama R & B dan hip-hop dan rock and roll," kata Wiryawan.

Blues juga, kata Odink, selalu menjadi "kendaraan" musikal dalam proses 'jamming" di berbagai acara panggung. Dan kini, penggemar blues pun tak bisa lagi dikatakan tersegmentasi. Tidak lagi terkesan hanya milik musisi-musisi tua. Karena generasi baru terbukti banyak bermunculan, sebutlah di antaranya seperti Gugun & Blues Shelter, Rama Satria, hingga Adrian Adioetomo.
Eksistensi mereka juga merupakan bukti kuat bahwa penggemar blues di tanah air memang nyata adanya.

"Sesuai dengan tema yang didengungkan, kali ini pihak penyelenggara ingin menonjolkan blues dan turunannya atau yang biasa disebut "the fruit of blues" yaitu rock, pop dan sebagainya," kata Frans Sumito, Wakil Ketua Panitia. (aliem)

0 komentar:

Posting Komentar