Rabu, 24 Agustus 2011




Pak Zaidin Wahab semasa hidup (foto atas), Pak Zaidin bersama wartawan Harian Terbit dilapangan Monas pada acara lomba gerak jalan memperingati Hari Pers Nasional sekitar tahun 1985-an (foto tengah), dan gambar bawah Pak Zaidin (belakang menunduk berdampingan dengan penulis) bersama petinggi Pos Kota Grup: H. Tahar, Pak Ipo, Pak Sukri Burhan, Ramli Amin di halaman mesjid PT Metro Pos saat peringatan HUT Harian Terbit. (Foto2: dok Nur Aliem Halvaima)


Haji Zaidin Wahab, mantan wartawan senior Harian Terbit dan penulis cerita silat Betawi "Si Jampang Jago Betawi" (dimuat bersambung di Harian Pos Kota), telah pergi untuk selamanya, Selasa (23/8) pukul 15.00 WIB. Meninggalkan setumpuk naskah cerita silat yang urung diterbitkan jadi buku. 

"Bapak sudah kumpul-kumpulin tuh tulisan-tulisannya. Katanya mau dibikin buku. Almarhum memang punya rencana sudah lama. Waktu saya tanya ngapain lagi sih dikumpulin?, dia bilang biar dibikin film, diterbitin dulu jadi buku," kata istri almarhum, Lizny Zaidin kepada Harian Terbit di rumah duka, semalam.
 
Pria murah senyum, terakhir sebagai Pemimpin Redaksi Tabloid Kiat Sehat (Pos Kota Grup) ini, lahir di Jakarta, 16 Agustus 1953. Menurut istrinya, Zaidin Wahab rupanya ingin mengulang sukses seperti era 1990-an saat cerita silatnya "Si Jampang Jagoan Betawi" diangkat ke layar lebar oleh sutradara Sofia Waldi dengan judul yang sama.
 
"Dulu Bapak dapat tawaran dari ibu Sofia Waldi yang minta cerita silat Si Jampang Jagoan Betawi difilmkan. Wah bapak waktu itu, dapat duit banyak tuh," kenang Lizny Zaidin, ibu dari 3 orang anak masing-masing  Fajar Arif, Yosa Riza dan Liza Emilya sekaligus nenek dari 5 cucu ini.
 
Kenangan manis ini, diceritakan ulang istri almarhum, di rumah kediamannya di Jl Sirsak No.16, Utan Kayu Utara, Matraman, Jakarta Timur tempat jenazah disemayamkan. Sebelumnya almarhum sempat dirawat selama sebulan di RS Husada.                                                
Di rumah inilah, sejak Selasa sore, malam, hingga Rabu (24/8) pagi, ramai dikunjungi sanak keluarga, teman dan warga sekitar untuk melihat yang terakhir kali pria bernama lengkap Zaidin Wahab bin Ace Wahab ini.
 
Karyanya dikomersilkan pihak lain  

Kenangan pahit juga tak luput membekas bagi keluarga Zaidin Wahab. Cerita silat yang pernah ditulis secara bersambung di Harian Pos Kota berjudul "Si Jampang Jago Betawi", sempat jadi masalah saat difilmkan oleh Ganes Th.
 
Pasalnya, lewat film yang dibintangi Soekarno M Noor tahun 70-an (kemudian diangkat lagi dengan judul yang sama diperankan oleh Barry Prima), Ganes Th tidak secuilpun mencantumkan nama Zaidin Wahab sebagai pengarang cerita.
 
"Atas saran teman-temannya sesama wartawan, Bapak sempat mau menuntut ganti rugi sebagai pemilik hak cipta. Tapi kemudian Bapak membatalkan niatnya karena Ganes belakangan mengaku uangnya untuk dipakai istrinya berobat karena sakit. Ya, akhirnya diikhlasin saja," kata wanita yang disunting Zaidin ketika masih berusia 25 tahun.
 
Dari tangan pria yang mengawali karier kewartawanannya sebagai reporter surat kabar "Api Pancasila" -- kemudian pindah ke beberapa koran hingga bergabung di Harian Terbit, grup Pos Kota yang dirintis mantan Menteri Penerangan dan Ketua MPR Harmoko -- telah lahir sejumlah cerita silat Betawi yang kemudian difilmkan. Antara lain "Si Jampang Jago Betawi", "Maron Codet", dan "Oni Perawan Buta".
 
Terima penghargaan
 
Dedikasinya sebagai wartawan merangkap penulis cerita silat Betawi yang produktif, terlihat dari foto-foto Zaidin Wahab yang dipasang di ruang tamu, dimana jenazah terbujur kaku yang dikelilingi sanak keluarga, semalam. Selain lukisan foto keluarga dalam ukuran besar terlihat 3 foto ukuran 10 R.
 
"Foto bapak dengan Gubernur DKI Jakara, Pak Sutiyoso ketika beliau mendapat penghargaan sebagai pelestari kesenian Betawi. Foto dengan Pak Harto sebagai wartawan senior, dan foto dengan Bung Karno saat almarhum jadi wartawan istana," kata Liza Emilya, putri bungsu Zaidin Wahab.
 
Dari 3 putra-putrinya, ternyata tak seorang pun yang mengikuti jejaknya sebagai wartawan maupun berbakat untuk jadi penulis cerita silat. Bahkan semasa hidup, Zaidin berpesan kepada anak-anaknya, agar jangan ada yang jadi wartawan. "Wartawan itu capek, tidak ada wartawan yang kaya," kata Zaidin, seperti dikutip istrinya.
 
Keluarga kemudian menyadari, bahwa profesi wartawan perlu didukung bakat, orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Bakat itu sendiri, dimiliki Zaidin secara otodidak. Misalnya kebiasaan di rumah, ia terus mengetik naskah (masih dengan mesin ketik) untuk diterbitkan esok harinya.
 
Ketika masih aktif di Harian Terbit, begitu tiba di kantor redaksi pagi hari, ketikan masih terus dilanjutkan. Hingga sering kali karena datang terlalu pagi, kantor masih gelap sehingga Zaidin terpaksa mengetik dengan penerangan sinar lilin. Dengan atau cerita silat yang kadang judul dan ceritanya yang sudah berbeda.
 
"Otaknya bapak mungkin sudah terlalu capek. Ide ceritanya di luar kepala, tidak pernah punya catatan," kata Lizny Zaidin. Diagnosa dokter terakhir, Zaidin terkena stroke ringan. Sudah diingatkan, kalau kambuh lagi bisa bahaya, tidak boleh emosi. Entah bagaimana, sejak tidak aktif lagi di surat kabar, ia suka emosi, sering tidak sabar, suka marah.
 
Kenangan paling indah bagi Lizny? "Bapak itu, betul-betul  sayang sama isteri. Cuma saya saja sebagai isteri, gak mau dimanja-manja, baspak itu segala sesuatu berlebihan," kata Lizny, yang mengenal Zaidin saat masih usia 15 tahun. Semasa sekolah Lizny aktif sebagai penari di istana, ikut memeriahkan pembukaan Stadion Bung Karno Senayan. "Nah saya kenal bapak sebagai wartawan saat menari di istana dan bapak bertugas di istana," kenangnya (aliem)

Catatan: Tulisan ini selain pernah dimuat di Harian Terbit (www.harianterbit.com), juga di blog Kompas.com:  
dan di blog:





0 komentar:

Posting Komentar