Jumat, 23 Desember 2011

Berwisata “Haji” Tempo Doeloe (2) Tertipu Oleh Oknum Syeh

REP | 09 December 2011 | 10:44 99 0 Nihil

Ke Tanah Suci di zaman kolonial : SEJARAH perhajian di Indonesia terutama yang pemberangkatan dan kepulangannya melalui Jakarta akan sangat bagus bila dijelaskan kepada para jemaah haji sekarang. Termasuk ketika karantina hajinya di Pulau Onrust dan Cipir 1911-1933, lalu dipindahkan ke pelabuhan Tanjung Priok, sampai ke Asrama Haji Pondok Gede Kecamatan Makasar, Jakarta Timur yang sekarang ini.

“Informasi sejarah perhajian tersebut dapat dilakukan dengan pameran foto foto dokumentasi Arsip Nasional yang masih ada.”

Hal itu diungkapkan Kepala Sudin Kebudayaan Jakarta Timur, drs Husnison Nizar sehubungan musim kepulangan haji sekarang ini. Bahkan pada waktu keberangkatan calon jemaah haji adalah kesempatan memajang foto foto dokumentasi sejarah perhajian Indonesia sejak zaman Hindia Belanda. Dengan demikian para calon haji maupun masyarakat yang mengantarkannya menjadi tahu betapa sulitnya berhaji (ke Tanah Suci Mekah) pada zaman kolonial dulu.

“Sejak zaman itupun sudah ada penipuan pemberangkatan haji yang dilakukan oleh syeh-syeh dari Arab,” ujar Husnison sarjana sejarah dan akeologi dari UI ini.

Menurut Husnison, sejarah perhajian Indonesia khususnya asrama karantina haji di Batavia/Jakarta cukup panjang. Periode 1911-1933 karantinanya di Pulau Onrust dan Cipir. Setelah itu dipindahkan ke Tanjung Priok lagi. Ketika jemaah haji diberangkatkan dengan pesawat terbang, asrama karantina haji dipindahkan ke Cempaka Putih, dan akhirnya ke Pondok Gede sampai sekarang.

“Namun periode setelah kemerdekaan ini belum dilakukan penelitian sejarah yang akurat,” ungkapnya.

Kepala Koleksi dan Konservasi Taman Arkeologi Onrust, Dra Rucky Nellyta menyambut usul Kasudin Kebudayaan Jaktim tersebut. Ia mengakui, ide memunculkan Pulau Onrust periode karantina haji memang dari Husnison Nizar ketika mempimpin Onrust tahun 2009. Alasannya, lebih memiliki kedekatan emosional dengan bangsa Indonesia daripada periode periode yang lain.

Dengan merekonstruksi salah satu barak haji di Pulau Onrust dengan fasilitasnya, akan bermanfaat untuk wisatawan yang mengunjungi pulau itu menginap. Usul itu sudah dilaporkan kepada Tugiyono SH selaku pimpinan Taman Arkeologi Onrust.

Haji Tugiyono sendiri juga menginginkan agar barak haji di Pulau Onrust dapat direkonstruksi tahun 2012 nanti untuk meningkatkan pelayanan kepada pangunjung. Itu sudah diusulkan ke RAPBD tahun 2012 nanti. Sedangkan tahun ini sudah dibangun 10 gazebo atau tempat berteduh untuk melihat pemandangan sekeliling Pulau Onrust dengan biaya APBD 2010 sebesar Rp300 juta berikut perencanaan.

“Kini sudah tinggal atapnya saja. Diharapkan tahun 2012 Taman Arkeologi Onrust akan lebih nyaman,’ katanya.

Bisa menampung 3500 jemaah

Di pulau ini yang dahulu luasnya sekitar 12,8 hektar ada 35 barak haji dengan kapasitas masing-masing 100 orang. Jadi Pulau Onrust waktu itu mampu menampung 3500 jemaah haji yang pulang dari Mekkah untuk diperiksa kesehatannya. Semua barang bawaan dan pakaian jemaah haji zaman dahulu harus dimasak anti kuman. Namun kini pulau itu tinggal 7,5 hektar terkena abrasi, jadi telah berkurang luasnya 5 hektar setelah sekian puluh tahun.

Upaya pelestariannya juga terus dilakukan Pemprov DKI. Tahun 1999/2000 yang lalu pernah dibangun tanggul dan pemecah gelombang. Namun kini sudah banyak yang rusak digempur ombak sehingga pasirnya keluar dan mengendap di dermaga membuatnya dangkal. Tahun 2011 ini bagian timur pulau tersebut dibuat tanggul dengan tiang pancang.

Baik Husnison Nizar, Tugiyono maupun Rucky Nellyta sepakat untuk memunculkan kembali bangunan karantina haji di Pulau Onrust 1911-1933 untuk kepentingan pariwisata, khususnya wisata sejarah haji di tanah air.

Cagar budaya di Pulau Bidadari (Foto: NAH)


“Kalau arkeolog ingin lebih banyak apa yang dapat ditulis. Tapi kalau wisatawan inginnya lebih banyak yang dapat dilihat mengenai sejarah karantina haji tersebut,” kata Husnison. Habis (aliemhalvaima.blogspot.com) ***

0 komentar:

Posting Komentar