Melongok Penjara Bawah Tanah Tempat Pangeran Diponegoro Ditahan
REP | 06 December 2011 | 08:58 270 8 1 dari 1 Kompasianer menilai aktualMELIHAT kota tua dan gedung-gedung indah di Indonesia, terutama di Jakarta sebagai Ibukota Negara, tidak selalu mengingatkan kepada kejayaan penjahan Belanda. Seperti melihat gedung Museum Sejarah Jakarta, bisa juga dilihat dari kacamata heroisme pahlawan- pahlawan nasional kita.
“Mereka sang pahlawan nasional kita, begitu teguh melawan penjajahan, meskipun pernah ditahan dan disiksa di penjara bawah tanah di bawah gedung tersebut, seperti Pangeran Diponegoro dan Untung Suropati,” kata Kepala Unit Pengelola Kawasan Kota Tua, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, drs Gatut Dwi Hastoro, yang juga arkeolog.
Yusuf Hardjio, warga Jakarta Timur yang sering melihat-lihat museum di Kota Tua, punya kesan tersendiri. “Saya merasa merinding bila melihat bekas bui berjeruji besi di bawah gedung museum ini. Bola-bola besi pengikat kaki dan kelembaban ruang yang begitu pendek sehingga sulit orang berdiri membuat ngeri,” kata Yusuf Hardjio.
Di lantai III museum ini, memang terdapat perpustakaan yang sering didatangi para mahasiswa terutama jurusan sejarah. Di situ terdapat ribuan buku mengenai sejarah Jakarta dan Indonesia dari buku buku terbitan abad ke 19 sampai abad 20. Baik terbitan dan cetakan dalam negeri maupun luar negeri.
Berwisata ke Museum Sejarah Jakarta sama dengan berwisata ke masa lalu dengan bukti bukti benda benda cagar budaya berikut informasi dengan buku buku tuntunan yang dapat dibaca di tempat itu secara terbatas.
Museum Sejarah sendiri, didirikan di Kota Batavia (sekarang Jakarta) oleh pemerintah VOC Belanda pada tahun 1707. Namun baru selesai tahun 1710. Dalam perjalanan sejarahnya, bangunan itu pernah menjadi Gedung Balai Kota Batavia dan Pengadilan Pemerintah Hindia Belanda, dan sekaligus di bawahnya menjadi penjara tahanan politik maupun kriminal biasa.
Pada zaman pra kemerdekaan, gedung itu juga pernah menjadi Museum Oud Batavia. Sedang pada zaman kemerdekaan pernah menjadi markas Kodim Jakarta Barat, sebelum kemudian diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta pada 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Koleksi Museum Sejarah Jakarta
Tercatat museum ini memiliki koleksi sebanyak 23.500 barang dari beragam material dan bentuk seperti terbuat dari logam, kayu, kristal, kaca, batu, keramik, gerabah, tekstil, kulit, kertas dan tulang. Benda- benda tersebut dari zaman prasejarah seperti yang ditemukan di daerah Kalibata, Pasar Minggu dekat aliran Ciliwung sampai gerobak dorong dan becak yang dilarang beroperasi di Jakarta sejak tahun 1990. Namun benda-benda cagar budaya yang diunggulkan di Museum Sejarah Jakarta ini adalah meriam Si Jagur tahun 1641, pedang eksekusi, sketsel (pembagi ruang) panjang 3 meter bergaya Baroque dari abad 18.
“Khusus untuk sketsel kayu berukir itu, tahun lalu pernah dipinjam pemerintah Inggris untuk dipamerkan di museum London selama sebulan,” kata arkeolog Dwi Martati, kepada saya (penulis), Rabu (30/11) pekan lalu, disela-sela acara Gebyar Fatahillah. Dwi Martati — yang kini menjabat Kepala UPT Museum Bahari — ini memang pernah menjadi Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan di Museum Sejarah Jakarta.
Selain meriam Si Jagur tahun 1641, pedang eksekusi dan sketsel, di Museum Sejarah Jakarta juga terdapat lukisan perang tentara Mataram pimpinan Sultan Agung melawan Batavia yang dipimpin Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen karya S. Sudjojono tahun 1974. Lukisan cat minyak di atas kain kanvas berukuran 10 x 3 meter ini, pernah dikonservasi pada tahun 2008 oleh para konservator Indonesia dan Singapura dengan pengawasan dra Enny Prihantini sebagai Kepala Balai Konservasi. Kini Enny Prihantini memimpin Museum Sejarah Jakarta tersebut.
Satu lagi koleksi favorit Museum Sejarah Jakarta yaitu Patung Dewa Hermes yang sering digunakan untuk berfoto para pengunjung museum ini, atau foto foto prawedding di lokasi itu. Patung perunggu tersebut asli dan dahulunya bertengger di Jembatan Harmoni sejak tahun 1940-an. Tiba tiba tahun 1999 patung itu menghilang dan membuat heboh masyarakat karena banyak dimuat di media massa. Setelah ditemukan, patung tersebut dikonservasi dan dipasang di halaman dalam museum ini agar aman. Sedangkan yang berada di jembatan Harmoni kini hanyalah replikanya saja.**
0 komentar:
Posting Komentar