Jumat, 23 Desember 2011




13238787911858236305
Foto illustrasi, pekuburan di Pereng, Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi (Foto: NAH)
13238717511848884180

Pemilik bangunan di areal TPU Rawabunga, Jatinegara, Jakarta Timur sedang membongkar sendiri bangunannya setelah puluhan tahun

TIDUR di atas kuburan? Ya,  betul. Taman Pemakaman Umum disingkat TPU — nama yang lebih sopan untuk menyebut pekuburan, pemakaman atau kober (istilah umum di kalangan warga Jakarta untuk kuburan) memang menjadi penomena sosial yang sebenarnya sudah lama terjadi, namun baru muncul ke permukaan belakangan  ini.

Tapi begitulah nyata. Sebagian orang yang — mungkin karena kurang beruntung — akhirnya sulit mendapatkan tempat tinggal, apalagi di kota besar seperti Jakarta. Akhirnya mereka memilih pemakaman sebagai tempat tinggal. Coba saja. Tidur, makan, memasak, mencuci semuanya berlangsung di atas pemakaman. Terpaksa dan cuma sementarakah?

“Saya sudah sepuluh tahun di kober (kuburan, pen) Kebon Nanas, Jatinegara ini,” kata Wondo, yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung sampah di Pasar Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur. Ia bersama isteri dan anaknya, hidup di atas pekuburan Cina di Kebon Nanas.

“Kuburan Cina lebih asyik, lantainya mulus, kuburannya besar-besar, ada atapnya lagi. Ya, tinggal rebahan dan nutup dikit-dikit dengan dinding dari kain sarung, hahaha…,” katanya tertawa. Ada dua model kehidupan di atas kuburan ini. Pertama, tidur di atas makam. Artinya, betul-betul mereka tidur di atas kuburan berbantal dan berguling batu nisan. Kelompok ini tak memiliki modal untuk mendirikan bangunan, satu petak sekalipun. Kedua, membangun rumah di atas lahan kuburan. Mereka ini sedikit memiliki modal, tentu saja.

Belakangan, tak hanya Wondo sendiri yang harus terpaksa menjalani kehidupan di atas kuburan. Ada banyak “Wondo-Wondo” lain rupanya yang memilih kuburan sebagai “apartemen” gratis mereka. Tak terbatas hanya di Jakarta Timur. Sejumlah TPU di lima wilayah DKI, agaknya sudah lama diserbu. Itu terbukti,  setelah Suku Dinas Pemakaman Jakarta Timur — instansi yang khusus ditugaskan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Cq Dinas Pemakaman sebagai pengelola TPU — melakukan pendataan.
 
568 BANGUNAN
Hasil pendataannya? Tidak tanggung-tanggung. Petugas Sudin Pemakaman setempat berhasil mencatat ada 568 bangunan yang sudah berdiri puluhan tahun di 3 TPU di wilayah tersebut. Seperti  TPU Kebon Nanas, TPU Kober Jatinegara dan TPU Pondok Kelapa. Ke-568 bangunan tersebut — sebagian besar di antaranya sudah permanen — harus bersih dari areal TPU dalam bulan Desember 2011 ini.

Maka, sudah bisa dibayangkan alur cerita selanjutnya. Para pemilik bangunan tadi, memang kemudian mengaku bingung mencari tempat tinggal baru setelah aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Timur datang menertibkan.

”Kami tidak tahu harus tinggal dimana lagi. Untuk mengontrak rumah, jelas rasanya tidak sanggup, apalagi anak saya kan yang sulung sekolah SMK dan adiknya SD, butuh biaya banyak. Kami berharap ada kebijakan dari pemerintah,” kata Jariatun (43), salah seorang pemilik bangunan di areal TPU Kebon Nanas.
Jariatun mengaku tidak tahu harus tinggal dimana jika bangunan yang telah dihuninya sejak 14 tahun lalu itu dibongkar petugas. Sebab perekonomiannya sangat minim dan rasanya sangat sulit jika harus mengontrak rumah. Terlebih suaminya, Suyatno (36), hanya berprofersi sebagai sopir Metromini yang penghasilannya pas-pasan.

Hal serupa disampaikan Slamaet (35), salah satu pemilik bangunan di TPU Pondok Kelapa yang terletak di RT 02/03 Kelurahan Pondok Kopi, Duren Sawit. Hari Senin (5/12-2011) lalu, langsung membongkar bangunannya sendiri. Ayah dua anak ini mengaku akan memilih mengontrak di Kampung Rawadas, yang tak jauh dari areal TPU agar tidak terusik lagi.

”Saya tinggal di areal TPU ini sudah sekitar lima tahun. Tapi karena ini bangunan liar, ya terpaksa haru pindah, cari kontrakan. Daripada tinggal di sini tapi diusik-usik petugas,” ujar lelaki yang kesehariannya berprofesi sebagai pemulung ini.

Satpol PP Jakarta Timur sendiri, sejak Senin (5/12) sore pekan lalu, sudah melayangkan surat peringatan pertama (SP1) pada para pemilik bangunan liar itu hari Senin (5/12) sore. SP1 ini berlaku 3×24 jam untuk membongkar sendiri sebelum petugas membongkar paksa. SP2 dan SP3 menyusul. Puncaknya Rabu (14/12). Petugas datang melakukan eksekusi pembongkaran bangunan, terutama kepada bangunan yang pemiliknya tidak mengindahkan sejumlah SP tersebut.

Pemberian SP dilakukan petugas dengan mendatangi pemilik bangunan di tiga TPU. Masing-masing TPU Kebon Nanas atau Kuburan Cina, TPU Kober Jatinegara dan TPU Pondok Kelapa. Satu pemilik bangunan liar di TPU Pondok Kelapa, Slamet (35), langsung  memilih membongkar sendiri bangunannya.

Kepala Satpol PP Jakarta Timur, Sarpu, mengatakan, hasil pendataan terakhir, tercatat 568 jumlah bangunan liar di tiga TPU itu. Rinciannya di TPU Kebon Nanas sebanyak 373 bangunan, TPU Pondok Kelapa 101 bangunan dan di TPU Kober Rawabunga 94 bangunan. Sebelumnya jumlah bangunan liar itu hanya 523 bangunan.

Sebelumnya, Kasudin Pemakaman Jakarta Timur, I Made Sudiarta, mengatakan, pemilik bangunan tidak akan mendapatkan uang kerohiman. Sebab sejauh ini tidak ada pos anggaran untuk pemberian kerohiman bagi warga yang tinggal di atas pemakaman. Sehingga ia tidak berani memberikannya.
(email: aliemhalvaima@yahoo.com)

0 komentar:

Posting Komentar