REP | 15 January 2012 | 08:25
SATU peninggalan berharga dari Kerajaan Minangkabau, Sumatera Barat, adalah masih adanya situs
 dan artefak yang tersimpan di lokasi semula, yaitu di wilayah Istana 
Kerajaan Pagaruyung, sekitar 3 km sebelah utara dari pusat  kota Batusangkar.
Sekalipun istana yang asli sudah terbakar berulangkali, tetapi sudah dibangun kembali replikanya.  Seorang  perantauan dari Payakumbuh di Jakarta, H Zulfan  bercerita istana tersebut berdiri kembali berkat kekompakan orang- orang Minangkabau, termasuk yang di  perantauan dengan Gebu Minang. Pensiunan guru fisika SMPN 135 Jakarta,  Ny
 Samtiar yang dilahirkan dan dibesarkan di Batusangkar menambahkan, 
masyarakat Malaysia terutama yang berasal dari Negeri Sembilan juga 
membantu renovasi Istana Pagaruyung.  
Sementara Dina Pertiwi, yang baru pertamakali melihat istana
 bergonjong 11 itu, mengira bangunan megah tersebut memang peninggalan 
zaman Kesultanan Pagaruyung dari abad 17 dengan sultan pertamanya Sultan
 Alif. Istana berarsitektur rumah gadang yang bertingkat 
tiga itu tingginya mencapai 60 meter dengan atap ijuk. Dindingnya penuh 
ukiran khas Minangkabau. Gapura di depannya juga terlihat megah. Sayangnya renovasi tersebut masih belum tuntas sehingga belum dibuka untuk umum.
Sekilas sejarah Kerajaan Pagaruyung, kerajaan ini  didirikan pada tahun 1347 oleh  Raja Adityawarman, keturunan campuran  bangsawann Majapahit dan Minangkabau. Yaitu putra Mahesa Anabrang  dan Dara Jingga putri raja Dharmasraya di hulu Sungai Batanghari yang beragama Budha. Adityawarman
 pada awalnya menjadi raja bawahan Majapahit, tetapi akhirnya melepaskan
 diri dari kerajaan induknya. Keturunan raja ini bukan orang yang kuat 
akhirnya digantikan orang Minangkabau sendiri. Raja Adityawarman 
dimakamkan di Batusangkar, tepatnya di daerah Lima Kaum.
Pada abad 16 pengaruh agama Islam merambah di Sumatera bagian tengah, dan akhirnya pada abad 17 Pagaruyung berubah menjadi  kerajaan Islam dengan raja yang pertama Sultan Alif. 
Beberapa Kali Terbakar
PADA awal abad ke 19 terjadi perang antara para ulama Islam atau kaum Padri melawan kaum bangsawan adat Pagaruyung.  Akibatnya kerajaan Pagaruyung terbakar dan banyak bangsawan terbunuh. Tetapi penguasa Pagaruyung, Sultan Muning Alamsyah melarikan diri ke Lubukjambi. Sementara kemenakannya, yaitu  Sultan
 Alam Bagagarsyah naik tahta, namun kedudukannya semakin terdesak 
serangan Kaum Padri, sehingga keluarga Pagaruyung minta bantuan Belanda.
 Saat itulah Sultan kehilangan kedaulatannya dan hanya menjadi residen.
Namun Belanda tetap ingin 
mengembangkan kekuasaannya sehingga akhirnya kaum Padri dan kaum Adat 
bersatu berusaha mengusir Belanda. Atas tuduhan pengkhianatan, penguasa 
terakhir Pagaruyung yakni Sultan Alam Bagagarsyah ditangkap
 Belanda dan diasingkan ke Batavia (Jakarta). Akhirnya sultan ini wafat 
dan dimakamkan di daerah Mangga Dua.
Dari reruntuhan kerajaan Pagaruyung, tahun 1869 direkonstruksi, tetapi tahun 1961 terbakar. Akhir 1974  gubernur
 Sumatra Barat Harun Zain berusaha merekonstruksinya di lahan lama milik
 keluarga kerajaan. Namun pada bulan Februari 2007 tepatnya tanggal 27 
terjadi angin topan monsoon yang kencang disertai petir.
Ternyata petir tersebut menyambar 
tanduk istana tersebut sehingga terjadi kebakaran dan melahap seluruh 
istana. Termasuk lumbung padi yang berjarak 80 meter dari istana. 
Pembangunan kembali terakhir ini tentu saja disempurnakan , walaupun 
hingga sekarang belum diresmikan pembukaannya kembali. (aliem)* 
Salam.
Tulisan ini juga dimuat di Kompasiana.com
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2012/01/15/mengunjungi-istana-pagaruyung-peninggalan-kerajaan-minangkabau/ 
juga di HARIAN TERBIT klik di : http://harianterbit.com/artikel/rubrik/index.php?kat=98
juga di HARIAN TERBIT klik di : http://harianterbit.com/artikel/rubrik/index.php?kat=98
Istana Paggaruyung peninggalan Kerajaan Minangkabau (Foto: dok Suprihardjo)
 
 
  
Negeri yang begitu indah...!!!
BalasHapusAnonim: terima kasih komentarnya..
Hapusmantap
BalasHapusPalanta Budaya: sip, sudah mampir ke sini, salam
Hapus