Menjelajah 3 Benua Lewat Jendela Museum Wayang
REP | 06 January 2012 | 09:54 21 01 dari 1 Kompasianer menilai menarik
UNTUK mengetahui suatu negara atau bangsa tidak perlu menempuh perjalanan jauh. Terkadang melalui bahasa dan budayanya saja kita sudah tahu karakter dan adat istiadat bangsa tersebut.
Begitu pula dengan melongok ke Museum Wayang Jakarta sebagai jendelanya, kita dapat mengenali hasil budaya berbagai bangsa terutama dari 3 benua, yakni Asia, Eropa dan Amerika, beserta filosofinya.
Museum Wayang yang berada di Jl Pintu Besar Utara nomor 27 dan 29 Jakarta Barat di Kawasan Kota Tua itu menyimpan sekitar 6000 unit koleksi hasil budaya berbagai bangsa dan sukubangsa.
Bentuknya dan bahannya bermacam macam dari wayang kulit, wayang golek, wayang beber, wayang krucil, maupun wayang boneka, sampai topeng wayang dari seluruh Nusantara, bahkan dari berbagai Negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, India, Cina, Rusia, Polandia, Perancis, sampai Suriname.
Akan tetapi koleksi wayang kulit budaya Betawi yang lengkap, baru dipunyai museum ini tahun 2011 yang baru lalu. Ini diungkapkan Budi kepala seksi pameran dan edukasi Museum Wayang belum lama ini.
Kepala Museum Wayang, Dachlan S.Kar mengakui wayang Betawi satu kotak (berisi 113 unit) tersebut buatan sanggar pimpinan Pak Niin Niran, dalang wayang kulit Betawi asal Cibubur Jakarta Timur yang dibeli Museum Wayang dengan harga “persaudaraan”. Sebab ada ikatan batin antara Niin Niran dan museum di mana ia sering menampilkan pergelaran.
Gambaran wajah dan karakter atau “wondo” setiap tokoh wayang Betawi hampir sama dengan wayang kulit Jawa, tetapi aksesoris wayang tersebut lebih sederhana. Juga tidak diprada emas. Yang asli gapitnya dari bambu, tetapi wayang Betawi ini sedikit dimodifikasi, gapitnya dari tanduk atau tulang meskipun bahan kulitnya tetap dari kulit kerbau.
Koleksi yang menjadi masterpiece atau unggulan Museum Wayang salah satunya adalah Wayang Kyai Intan buatan tahun 1870 atas pesanan seorang hartawan Tionghwa dari Muntilan, Jawa Tengah. Ciri khas wayang kulit ini betatahkan intan di setiap perhiasan seperti kalung, gelang dan mahkota wayang, serta di persendian lengan wayang tersebut.
Koleksi langka lainnya, sebuah blencong atau lampu penerangan dengan minyak. Lampu ini sudah berumur 200 tahun yang fungsinya untuk pergelaran wayang kulit. Benda tersebut tadinya milik Keluarga Heshisius dari Den Haag, Negeri Belanda yang kemudian dihibahkan kepada museum ini tahun 1976.
Di museum ini dapat disaksikan wayang kulit purwa Palembang, wayang kulit Sawahlunto Sumatra Barat, wayang kulit Deli Serdang Sumatera Utara, Bali, Sasak Lombok, Banjar Kalimantan dan wayang golek Elung Bandung, Pakuan, Bogor, wayang golek Menak Kebumen, wayang Poo Te Hie dari daratan Cina yang pertama kali digelar di Semarang tahun 1885 juga ada. Wayang boneka dari Amerika, Prancis dan Polandia yang dikendalikan dengan berang dari atas, tersimpan rapi di lantai atas museum tersebut.
Setiap wayang atau boneka, tentu ada dalangnya. Karena itu Museum Wayang ini erat hubungannya dengan PEPADI (Perhimpuan Pedalangan Indonesia). Karena itu selain program pergelaran yang dijadwalkan oleh museum, ada pula jadwal yang dirancang oleh Pepadi tingkat DKI dan pusat. (NAH)
Tulisan wisata lainnya klik www.aliemhalvaima.blogspot.com
salam,
Nur Aliem Halvaima
twitter : @aliemhalvaima
email : aliemhalvaima@yahoo.com
0 komentar:
Posting Komentar