Jumat, 10 Februari 2012

Air Terjun Jumog dekat Candi Sukuh (Foto: Koleksi NAH)

SALAH satu candi yang unik di Jawa Tengah, adalah Candi Sukuh yang berlokasi di Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, sekitar 36 km sebelah timur  kota Solo (Surakarta).  Dari kota Karanganyar sendiri, hanya sekitar 20 km. Dari Sragen juga mudah dijangkau dengan jarak sekitar 35 km hampir sama dengan jarak dari Solo ke Sukuh.

Keunikan candi ini terletak pada arca arca yang langka, di antaranya berbentuk manusia berkepala burung dengan sayap berkembang, mirip budaya Sumeria. Ragam hias reliefnya juga unik. Yang langsung terlihat adalah bentuk candi Hindu Syiwa itu sendiri yang sangat jarang, yaitu  seperti piramida terpancung.


Kalau orang awam langsung menyebut candi ini sebagai candi porno. Itu karena pada bangunan pertama di sebelah kiri yang
berbentuk trapezium,  terdapat lantai batu dengan posisi  mendatar  berbentuk  penis dan vagina saling menempel ujungnya.  Itu terlihat setelah kita mendaki undakan atau tangga yang terjal paling atas. Di sebelah halaman candi sebelah kanan terdapat arca seorang lelaki tanpa kepala sedang  memegang alat vitalnya.

Sementara ada beberapa relief pada dinding batu yang menggambarkan penampang rahim wanita yang sering disebut guagarba dalam istilah pewayangan. Dalam lingkar rahim tersebut terdapat sepasang manusia yang berhadapan.

Kata pemandu wisata, itu merupakan mitologi utama candi Sukuh yang diruwat menceritakan perselingkuhan Dewi Durga sehingga terkena kutukan. Selanjutnya kutukan itu dapat (dihapus) dengan pertolongan Sadewa, bungsu Pandawa.

Seorang pemerhati dan pecinta sejarah serta bangunan kuno, H Suprihardjo pertama mengunjungi candi Sukuh tahun 2006 yang lalu mengaku  terpana. Sebab Informasi awal  yang banyak diserap hanya menjelaskan candi tersebut banyak bercerita mengenai seks dan banyak relief yang erotis. Tetapi tidak mengira bila lokasinya cukup  mendebarkan untuk dicapai walaupun tidak terlalu sulit.

Tempatnya cukup tinggi sekitar 1000 m  di atas permukaan air laut, sehingga hawanya sangat sejuk cenderung dingin. Bahkan sering diliputi halimun, kabut embun lereng gunung Lawu.  Alam sekitarnya sangat indah dengan hamparan kebon teh.  Jalannya dari arah kota  menanjak,  terutama  sekitar 500 meter mencapai lokasi tersebut, tanjakannya  cukup terjal dengan sudut hampir 45% dari garis horizontal. Karena itu waktu kembalinya harus hati hati kalau tidak ingin terperosok.

Dibandingkan  dengan candi- candi Hindu seperti Candi Penataran dan  Candi Singosari di Jawa Timur dan Candi Prambanan di Jawa Tengah, Candi Sukuh tidak terlalu banyak dihiasi relief dan dindingnya rata saja terbentuk dari susunan batu seperti pyramid terpancung dengan penampang tegaknya berbentuk  trapezium. Reliefnya tidak menempel di dinding candi, melainkan terpisah pisah pada tiap batu yang dipajang berjajar berkeliling candi  candi.

Utomo Tjokroamijoyo, warga Sragen yang sudah beberapa kali ke tempat itu menjelaskan, candi ini banyak dikunjung i wisatawan, terutama wisatawan asing. Batu batu berjajar mengelilingi candi itu masing masing memiliki relief yang semuanya tersusun dalam cerita Sudamala. Postur tubuh tokoh  orangnya dalam setiap relief itu pendek pendek, sementara kepalanya lebih besar dari proporsi yang seharusnya. Ini mirip relief di candi Borobudur yang notabene merupakan candi Budha.



Cetho dan Jumog
DARI Candi Sukuh, dianjurkan kita mengunjungi  Candi Cetho yang jaraknya sekitar 7 km masih sama sama di lereng barat Gunung Lawu dan dalam Kabupaten Karanganyar, namun beda kecamatan yaitu kecamatan Jenawi. Dari Candi Sukuh turun  dulu kemudian menanjak lagi dan naik turun berliku liku. Setelah kebon tehh, di kiri kanan sebagian ditanami sayur mayur di antaranya kebon asparagus.

Sering tampak angkutan pedesaan membawa sayur mayur, seperti kentang, wortel dan kol mapun
Dua anak kecil cedang bercengkrama 
di kaki Candi Sukuh (Koleksi : NAH)

asparagus. Letak candi Cetho lebih tinggi dibanding Candi Sukuh, yaitu sekitar 1400 meter di atas permukaan air laut. Pintu gerbangnya mirip pura pura di Bali dengan candi bentar atau candi yang terbelah. Di sebelah kanannya ada pemancar radio swasta.

Kedua candi ini ada persamaannya yaitu sama-sama dibangun setelah runtuhnya kerajaan Majapahit abad ke- 15. Juga terdapat patung, atau relief sepasang alat vital lelaki dan perempuan dengan istilah sejarahnya “lingga”  dan “yoni” , lambang kesuburan. Bedanya, candi Sukuh lebih tua dibanding Cetho dan sudah jarang digunakan sebagai tempat ritual agama Hindu seperti Candi Cetho.

Sekarang pengunjung Candi Sukuh dan Candi Cetho kian meningkat dibanding 5 tahun lalu. Kalau dulunya hanya sekitar 50-an sehari, kini bisa mencapai 100 orang lebih. Peningkatan pengunjung tersebut akibat pengaruh munculnya tempat wisata baru di Desa Sukuh yang disebut Grojogan Jumog. Lokasinya hanya beberapa ratus meter di bawah Candi Sukuh.

“Jadi bila wisatawan mau ke air terjun, Jumog sekalian mengunjungi Candi Sukuh atau sebaliknya,” ujar Utomo. Tinggi air terjun tersebut sekitar 60-an meter. Sering tampak pelangi bila sinar matahari menembus jurang yang indah ini. “Kata orang, Grojogan Jumog kini lebih populer dibanding Grojogan Sewu di Tawangmangu,” tambahnya, awal Februari 2012.

Hal ini diakui Nur Fitri Febriani, siswi klas 3 SMP Negeri 2  Sragen yang baru bulan lalu mengunjungi tempat wisata itu sekaligus mampir ke Candi Sukuh dan Candi Cetho. Bersama teman sekolah maupun bersama  ayah ibu dan eyangnya,  Fitri sudah sedikitnya 3 kali ke candi tersebut. Soalnya tempatnya relatif dekat dengan Sragen, kota tempat tinggalnya. (aliem)

(tulisan ini juga dimuat di Harian Pos Kota, http://www.poskotanews.com/2012/02/10/melongok-candi-sukuh-mampir-ke-air-terjun-jumog/

salam,
http://aliemhalvaima.blogspot.com

1 komentar:

  1. Wah seru banget yaa...
    kapan saya bisa kesana...

    :) http://gitawidari.blogspot.com

    BalasHapus