Air Terjun Jumog dekat Candi Sukuh (Foto: Koleksi NAH)
SALAH satu candi yang unik di Jawa Tengah, adalah Candi Sukuh yang
berlokasi di Desa Sukuh, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar,
sekitar 36 km sebelah timur kota Solo (Surakarta). Dari kota
Karanganyar sendiri, hanya sekitar 20 km. Dari Sragen juga mudah
dijangkau dengan jarak sekitar 35 km hampir sama dengan jarak dari Solo
ke Sukuh.
Keunikan candi ini terletak pada arca arca yang langka, di antaranya
berbentuk manusia berkepala burung dengan sayap berkembang, mirip
budaya Sumeria. Ragam hias reliefnya juga unik. Yang langsung terlihat
adalah bentuk candi Hindu Syiwa itu sendiri yang sangat jarang, yaitu
seperti piramida terpancung.
Kalau orang awam langsung menyebut candi ini sebagai candi porno. Itu
karena pada bangunan pertama di sebelah kiri yang
berbentuk trapezium,
terdapat lantai batu dengan posisi mendatar berbentuk penis dan
vagina saling menempel ujungnya. Itu terlihat setelah kita mendaki
undakan atau tangga yang terjal paling atas. Di sebelah halaman candi
sebelah kanan terdapat arca seorang lelaki tanpa kepala sedang
memegang alat vitalnya.
Sementara ada beberapa relief pada dinding batu yang menggambarkan
penampang rahim wanita yang sering disebut guagarba dalam istilah
pewayangan. Dalam lingkar rahim tersebut terdapat sepasang manusia yang
berhadapan.
Kata pemandu wisata, itu merupakan mitologi utama candi Sukuh yang
diruwat menceritakan perselingkuhan Dewi Durga sehingga terkena
kutukan. Selanjutnya kutukan itu dapat (dihapus) dengan pertolongan
Sadewa, bungsu Pandawa.
Seorang pemerhati dan pecinta sejarah serta bangunan kuno, H Suprihardjo
pertama mengunjungi candi Sukuh tahun 2006 yang lalu mengaku
terpana. Sebab Informasi awal yang banyak diserap hanya menjelaskan
candi tersebut banyak bercerita mengenai seks dan banyak relief yang
erotis. Tetapi tidak mengira bila lokasinya cukup mendebarkan untuk
dicapai walaupun tidak terlalu sulit.
Tempatnya cukup tinggi sekitar 1000 m di atas permukaan air laut,
sehingga hawanya sangat sejuk cenderung dingin. Bahkan sering diliputi
halimun, kabut embun lereng gunung Lawu. Alam sekitarnya sangat indah
dengan hamparan kebon teh. Jalannya dari arah kota menanjak,
terutama sekitar 500 meter mencapai lokasi tersebut, tanjakannya
cukup terjal dengan sudut hampir 45% dari garis horizontal. Karena itu
waktu kembalinya harus hati hati kalau tidak ingin terperosok.
Dibandingkan dengan candi- candi Hindu seperti Candi Penataran dan
Candi Singosari di Jawa Timur dan Candi Prambanan di Jawa Tengah, Candi
Sukuh tidak terlalu banyak dihiasi relief dan dindingnya rata saja
terbentuk dari susunan batu seperti pyramid terpancung dengan penampang
tegaknya berbentuk trapezium. Reliefnya tidak menempel di dinding
candi, melainkan terpisah pisah pada tiap batu yang dipajang berjajar
berkeliling candi candi.
Utomo Tjokroamijoyo, warga Sragen yang sudah beberapa kali ke tempat
itu menjelaskan, candi ini banyak dikunjung i wisatawan, terutama
wisatawan asing. Batu batu berjajar mengelilingi candi itu masing
masing memiliki relief yang semuanya tersusun dalam cerita Sudamala.
Postur tubuh tokoh orangnya dalam setiap relief itu pendek pendek,
sementara kepalanya lebih besar dari proporsi yang seharusnya. Ini
mirip relief di candi Borobudur yang notabene merupakan candi Budha.
Cetho dan Jumog
DARI Candi Sukuh, dianjurkan kita mengunjungi Candi Cetho yang
jaraknya sekitar 7 km masih sama sama di lereng barat Gunung Lawu dan
dalam Kabupaten Karanganyar, namun beda kecamatan yaitu kecamatan
Jenawi. Dari Candi Sukuh turun dulu kemudian menanjak lagi dan naik
turun berliku liku. Setelah kebon tehh, di kiri kanan sebagian ditanami
sayur mayur di antaranya kebon asparagus.
Sering tampak angkutan pedesaan membawa sayur mayur, seperti kentang,
wortel dan kol mapun
Dua anak kecil cedang bercengkrama
di kaki Candi Sukuh (Koleksi : NAH)
asparagus. Letak candi Cetho lebih tinggi
dibanding Candi Sukuh, yaitu sekitar 1400 meter di atas permukaan air
laut. Pintu gerbangnya mirip pura pura di Bali dengan candi bentar atau
candi yang terbelah. Di sebelah kanannya ada pemancar radio swasta.
Kedua candi ini ada persamaannya yaitu sama-sama dibangun setelah
runtuhnya kerajaan Majapahit abad ke- 15. Juga terdapat patung, atau
relief sepasang alat vital lelaki dan perempuan dengan istilah
sejarahnya “lingga” dan “yoni” , lambang kesuburan. Bedanya, candi
Sukuh lebih tua dibanding Cetho dan sudah jarang digunakan sebagai
tempat ritual agama Hindu seperti Candi Cetho.
Sekarang pengunjung Candi Sukuh dan Candi Cetho kian meningkat
dibanding 5 tahun lalu. Kalau dulunya hanya sekitar 50-an sehari, kini
bisa mencapai 100 orang lebih. Peningkatan pengunjung tersebut akibat
pengaruh munculnya tempat wisata baru di Desa Sukuh yang disebut
Grojogan Jumog. Lokasinya hanya beberapa ratus meter di bawah Candi
Sukuh.
“Jadi bila wisatawan mau ke air terjun, Jumog sekalian mengunjungi
Candi Sukuh atau sebaliknya,” ujar Utomo. Tinggi air terjun tersebut
sekitar 60-an meter. Sering tampak pelangi bila sinar matahari menembus
jurang yang indah ini. “Kata orang, Grojogan Jumog kini lebih populer
dibanding Grojogan Sewu di Tawangmangu,” tambahnya, awal Februari 2012.
Hal ini diakui Nur Fitri Febriani, siswi klas 3 SMP Negeri 2
Sragen yang baru bulan lalu mengunjungi tempat wisata itu sekaligus
mampir ke Candi Sukuh dan Candi Cetho. Bersama teman sekolah maupun
bersama ayah ibu dan eyangnya, Fitri sudah sedikitnya 3 kali ke candi
tersebut. Soalnya tempatnya relatif dekat dengan Sragen, kota tempat
tinggalnya. (aliem)
(tulisan ini juga dimuat di Harian Pos Kota, http://www.poskotanews.com/2012/02/10/melongok-candi-sukuh-mampir-ke-air-terjun-jumog/
salam,
http://aliemhalvaima.blogspot.com
Jumat, 10 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wah seru banget yaa...
BalasHapuskapan saya bisa kesana...
:) http://gitawidari.blogspot.com