Salah Ketik, Cuek!!
IDE
TULISAN ini diilhami setelah beberapa kali saya menulis status di
facebook, dimana status tersebut ternyata “bermasalah”. Kenapa
bermasalah? Ya, itu tadi, gara-gara salah ketik. Dampaknya
, tulisan status tersebut diprotes oleh seorang teman facebooker.
Alasannya merusak tata bahasa dan aturan penulisan ejaan yang
disempurnakan, atau lebih popular disingkat EYD.
Akh,
awalnya kesal juga diusilin begitu. Saya cuekin saja. Menulis lagi dan
menulis lagi dengan, tentu saja, mengulang kesalahan lagi. Salah ketik,
salah ejaan, salah penggunakan huruf kecil yang seharusnya menggunakan
huruf besar.
Coba saja pikir. Ketika dengan terburu-buru saya mengetik kata Allah dengan huruf “a” kecil, dia protes, harusnya pakai huruf (A) besar. Gak boleh ditawar-tawar. Saya
mengalah. Begitu juga ketika saya mengetik nama seseorang dengan huruf
kecil, dia protes lagi. Bahkan katanya bisa bermakna lain jika diartikan
dalam bahasa daerah di suatu provinsi. Ya, susah amat sih nih orang,
pikir saya.
Lalu
saya jelaskan dengan susah payah, bahwa “kesalahan” kali ini disengaja
karena saya berupaya menggambarkan, bahwa ini upaya bagaimana bahasa
lisan dituangkan lewat bahasa tulis.
Hasilnya?
Bisa dipastikan, dia tidak mau mengerti dan menerima, terbukti
penjelasan saya melalui komen status facebook tersebut tidak
dikomentarinya lagi. Entah pulsa handphonenya habis, atau pulsa modemnya
lelet, saya kurang tahu lagi. Yang saya tahu, setiap kali dia membuka
facebook, dia lebih banyak menggunakan komputer kantor tempatnya
bekerja. Hehehe…
******
SALAH KETIK, SOAL BIASA
“Salah
Ketik? Cuek Aja Kalau Lagi Menulis”. Itu saran saya yang kemudian saya
posting menjadi satu status di facebook. Jadi, maskudnya kepada semua
teman penulis, bukan hanya semata-mata kepada teman tadi yang tiba-tiba
mendadak jadi kritikus bahasa menyaingi Yus Badudu, atau mengambil-alih
kewenangan seorang redaktur bahasa sebuah majalah sastra, hehehe…
Menurut saya, dalam dunia tulis-menulis — atau ketik-mengetik di era digital dan komputerisasi seperti sekarang ini — kesalahan ketik (apalagi menggunakan handphone, tablet dengan sistem sudah canggih menggunakan layar sentuh), kesalahan ketik, tentu saja akan sulit dihindari.
Ini juga terjadi di dunia bloging dan kalangan blogger. Soal ada yang salah ketik, menyingkat kata gaya SMS, bahasa alay, sudah hal yang biasa…. gak perlu diambil pusinglah. Yang penting kontennya sudah masuk, nyambung. Soal salah ketik, ya cuek aja. Kalau gak begitu, kapan bisanya mulai menulis?
Kalau mau tulisan Anda tertib, atau minimal sesuai dengan ejaan EYD (ejaan yang disempurnakan), gak usah jadi penulis, saya kira. Lebih pas kalau jadi editor saja, atau korektor…hehehe…susah amat sih ya?
*******
PENGALAMAN WARTAWAN TUA
Seorang teman, Abdullah Lahay, wartawan senior yang tidak pernah bosan-bosan menulis, cukup terusik ketika saya menulis status di facebook, soal status “SALAH KETIK, SOAL BIASA” . Pak Lahay bilang, salah ketik itu wajar terjadi.
“Apalagi kalo lagi ngetik, tanpakacamata, hurufnya terlihat berceceran dimana-mana. Jadi kalo salahn ketik, harap maklum choy…”
Saya jawab, betul kata pak Abdullah Lahay, apalagi tidak memakai kacamata hehehe….Menurut saya begitulah. Emang kita lagi ngetik skripsi, tesis, disertasi apa? Kalau mau bagus ketikannya, ya ke rental saja sekalian haha…
Dulu
semasa kita, terutama yg wartawan tua — sekarang balik muda lagi hehehe
— masih menggunakan mesin ketik. Kalau mengetik artikel atau berita,
terus ada ketikan yang salah dan ada suku kata yang tertinggal karena
lupa, terpaksa diketik di pinggir margin, atau kiri-kanan kertas yang
tersisa. Lalu dengan memakai pulpen, kita melingkari kata tambahan tadi
dan menarik garis sambung, atau memakai tanda “F”, biar bagian komposing
(juru ketik naskah di komputer) bisa menyempurnakan kesalahan
tadi….hahahaha…..
Pak Abdullah Lahay ternyata tidak sendiri. Ada Bhayu Sulistiawan Abu Abbad, seorang guru di Kota Bekasi, Jawa Barat, yang juga aktif menulis karena beliau sekaligus juga seorang blogger. Kata dia:
“Jadi
inget murid saya dg nada tdk pede mention ke saya utk mempersilahkan
baca2 tulisan di blognya, tp dia blg,”gpp kn pak bahasanya kyk gitu
(mksdnya bahasa kyk obrolan sehari2 dan byk slh ketik). saya jawab,
“gpp, kan bukan nulis makalah/skripsi/tesis..” *menyemangati murid biar
trs ngeblog..
Pengalaman
lain, adalah yang dialami istri saya ketika menerima sms dari
ponakannya yang ABG. Sudah menjadi kebiasaan remaja sekarang, dalam
mereka berkomuniasi dengan sesama remaja, selalu menggunakan bahasa
alay. Kebiasaan tersebut, tak lebih sama dilakukan dengan siapa saja,
termasuk kepada isteri saya, tantenya, dengan bahasa alay pula.
Pusing
berusaha membaca SMS berbahasa alay tapi tidak mengerti-mengerti juga
karena disingkat-singkat, akhirnya istri saya menyerah dan meminta
tolong ke anaknya. Untuk sementara memang masalah teratasi. Sekali
waktu, dia terima SMS alay lagi. SMS yang baru diterimanya itu langsung
diforward ke BB saya. Loh untuk apa? Kata dia, biar bisa terbaca SMS
yang dia forward.
Ternyata bukan hanya bahasa alay — yakni kata-kata yang umumnya disingkat-singkat seperti ketikan iklan baris di Harian Pos Kota
itu — tapi juga menggunakan gambar, symbol-simbol yang hanya
pengirimnyalah yang bisa mengerti. Harap maklum saja, tulisan SMS tadi
hanya bisa terlihat berupa simbol kotak-kotak jika dibuka di HP jadul
yang masih menggunakan fasilitas standar.
Sambil
bercanda, dengan enteng saya bilang, “Ow.. ini gara-gara HP pengirim
SMS-nya sudah menggunakan TRIJI, beda dengan HP mama yang masih
TRIGU…hahaha”. Maksud saya, TRIJI itu (3G) dan TRIGU (terigu, bahan pembuat kue).
Untungnya
istri saya tidak marah. Atau yang saya khawatirkan lebih jauh, dia
minta segera diganti HP jadulnya dengan HP jenis terbaru. Misalnya yang
berbasis android, atau apalah nama fasilitas handphone yang bisa
mendukung peralatan komunikasi yang makin canggih sekarang ini, hehe…**
Motto saya: “Teruslah menulis, lama-lama bisa menjadi buku”
Salam
Nur Terbit (Nur Aliem Halvaima)
selamat, Daeng!
BalasHapusohya, ini linknya http://mataharitimoer.com/mending-pakai-calo-link-dari-pada-citilink/
kereenn,,, ko bisa? memang rejeki... :)
BalasHapus