Sabtu, 27 April 2013



13670539361589975329

Menulis tanpa beban dengan salah ketik, salah satu daya tarik Kompasianer rajin menulis dan meraih hadiah pula, hehe… Ini kenangan saat Kompasiana menggelar acara Modis di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (foto dok: Dian Kelana)

Salah Ketik, Cuek!!

IDE TULISAN ini diilhami setelah beberapa kali saya menulis status di facebook, dimana status tersebut ternyata “bermasalah”. Kenapa bermasalah? Ya, itu tadi, gara-gara salah ketik. Dampaknya , tulisan status tersebut diprotes oleh seorang teman facebooker. Alasannya merusak tata bahasa dan aturan penulisan ejaan yang disempurnakan, atau lebih popular disingkat EYD.


Akh, awalnya kesal juga diusilin begitu. Saya cuekin saja. Menulis lagi dan menulis lagi dengan, tentu saja, mengulang kesalahan lagi. Salah ketik, salah ejaan, salah penggunakan huruf kecil yang seharusnya menggunakan huruf besar.

Coba saja pikir. Ketika dengan terburu-buru saya mengetik kata Allah dengan huruf “a” kecil, dia protes, harusnya pakai huruf (A) besar. Gak boleh ditawar-tawar. Saya mengalah. Begitu juga ketika saya mengetik nama seseorang dengan huruf kecil, dia protes lagi. Bahkan katanya bisa bermakna lain jika diartikan dalam bahasa daerah di suatu provinsi. Ya, susah amat sih nih orang, pikir saya.

Lalu saya jelaskan dengan susah payah, bahwa “kesalahan” kali ini disengaja karena saya berupaya menggambarkan, bahwa ini upaya bagaimana bahasa lisan dituangkan lewat bahasa tulis.

Hasilnya? Bisa dipastikan, dia tidak mau mengerti dan menerima, terbukti penjelasan saya melalui komen status facebook tersebut tidak dikomentarinya lagi. Entah pulsa handphonenya habis, atau pulsa modemnya lelet, saya kurang tahu lagi. Yang saya tahu, setiap kali dia membuka facebook, dia lebih banyak menggunakan komputer kantor tempatnya bekerja. Hehehe…

******
SALAH KETIK, SOAL BIASA

“Salah Ketik? Cuek Aja Kalau Lagi Menulis”. Itu saran saya yang kemudian saya posting menjadi satu status di facebook. Jadi, maskudnya kepada semua teman penulis, bukan hanya semata-mata kepada teman tadi yang tiba-tiba mendadak jadi kritikus bahasa menyaingi Yus Badudu, atau mengambil-alih kewenangan seorang redaktur bahasa sebuah majalah sastra, hehehe…

Menurut saya, dalam dunia tulis-menulis — atau ketik-mengetik di era digital dan komputerisasi seperti sekarang ini — kesalahan ketik (apalagi menggunakan handphone, tablet dengan sistem sudah canggih menggunakan layar sentuh), kesalahan ketik, tentu saja akan sulit dihindari.

Ini juga terjadi di dunia bloging dan kalangan blogger. Soal ada yang salah ketik, menyingkat kata gaya SMS, bahasa alay, sudah hal yang biasa…. gak perlu diambil pusinglah. Yang penting kontennya sudah masuk, nyambung. Soal salah ketik, ya cuek aja. Kalau gak begitu, kapan bisanya mulai menulis?
Kalau mau tulisan Anda tertib, atau minimal sesuai dengan ejaan EYD (ejaan yang disempurnakan), gak usah jadi penulis, saya kira. Lebih pas kalau jadi editor saja, atau korektor…hehehe…susah amat sih ya?

1367054147982107061

Biar salah ketik, pede aja lagi. Kenangan saat meraih hadiah lomba penulisan blog yang digelar Ikatan Guru Indonesia (IGI). Hadiah diserahkan dewan pakar IGI, mas Yudistira AMN Massardi (foto dok IGI)

*******
PENGALAMAN WARTAWAN TUA

Seorang teman, Abdullah Lahay, wartawan senior yang tidak pernah bosan-bosan menulis, cukup terusik ketika saya menulis status di facebook, soal status SALAH KETIK, SOAL BIASA” . Pak Lahay bilang, salah ketik itu wajar terjadi.

“Apalagi kalo lagi ngetik, tanpakacamata, hurufnya terlihat berceceran dimana-mana. Jadi kalo salahn ketik, harap maklum choy…”

Saya jawab, betul kata pak Abdullah Lahay, apalagi tidak memakai kacamata hehehe….Menurut saya begitulah. Emang kita lagi ngetik skripsi, tesis, disertasi apa? Kalau mau bagus ketikannya, ya ke rental saja sekalian haha…

Dulu semasa kita, terutama yg wartawan tua — sekarang balik muda lagi hehehe — masih menggunakan mesin ketik. Kalau mengetik artikel atau berita, terus ada ketikan yang salah dan ada suku kata yang tertinggal karena lupa, terpaksa diketik di pinggir margin, atau kiri-kanan kertas yang tersisa. Lalu dengan memakai pulpen, kita melingkari kata tambahan tadi dan menarik garis sambung, atau memakai tanda “F”, biar bagian komposing (juru ketik naskah di komputer) bisa menyempurnakan kesalahan tadi….hahahaha…..
 
Pak Abdullah Lahay ternyata tidak sendiri. Ada Bhayu Sulistiawan Abu Abbad, seorang guru di Kota Bekasi, Jawa Barat, yang juga aktif menulis karena beliau sekaligus juga seorang blogger. Kata dia:


“Jadi inget murid saya dg nada tdk pede mention ke saya utk mempersilahkan baca2 tulisan di blognya, tp dia blg,”gpp kn pak bahasanya kyk gitu (mksdnya bahasa kyk obrolan sehari2 dan byk slh ketik). saya jawab, “gpp, kan bukan nulis makalah/skripsi/tesis..” *menyemangati murid biar trs ngeblog..

Pengalaman lain, adalah yang dialami istri saya ketika menerima sms dari ponakannya yang ABG. Sudah menjadi kebiasaan remaja sekarang, dalam mereka berkomuniasi dengan sesama remaja, selalu menggunakan bahasa alay. Kebiasaan tersebut, tak lebih sama dilakukan dengan siapa saja, termasuk kepada isteri saya, tantenya, dengan bahasa alay pula.

Pusing berusaha membaca SMS berbahasa alay tapi tidak mengerti-mengerti juga karena disingkat-singkat, akhirnya istri saya menyerah dan meminta tolong ke anaknya. Untuk sementara memang masalah teratasi. Sekali waktu, dia terima SMS alay lagi. SMS yang baru diterimanya itu langsung diforward ke BB saya. Loh untuk apa? Kata dia, biar bisa terbaca SMS yang dia forward. 

Ternyata bukan hanya bahasa alay — yakni kata-kata yang umumnya disingkat-singkat seperti ketikan iklan baris di Harian Pos Kota itu — tapi juga menggunakan gambar, symbol-simbol yang hanya pengirimnyalah yang bisa mengerti. Harap maklum saja, tulisan SMS tadi hanya bisa terlihat berupa simbol kotak-kotak jika dibuka di HP jadul yang masih menggunakan fasilitas standar.

Sambil bercanda, dengan enteng saya bilang, “Ow.. ini gara-gara HP pengirim SMS-nya sudah menggunakan TRIJI, beda dengan HP mama yang masih TRIGU…hahaha”. Maksud saya, TRIJI itu (3G) dan TRIGU (terigu, bahan pembuat kue).

Untungnya istri saya tidak marah. Atau yang saya khawatirkan lebih jauh, dia minta segera diganti HP jadulnya dengan HP jenis terbaru. Misalnya yang berbasis android, atau apalah nama fasilitas handphone yang bisa mendukung peralatan komunikasi yang makin canggih sekarang ini, hehe…**

13670543011727248109

Salah-salah ketik, masuk 3 besar juara lomba ngetwit di acara INTIP BUKU yang digelar Omjay (Wijaya Kusumah) kerja sama Kompasiana, Bank Indonesia di gedung Menara BI, Jl Thamrin Jakarta beberapa waktu lalu (foto dok :Dian Kelana)

Motto saya: “Teruslah menulis, lama-lama bisa menjadi buku”


Salam

Nur Terbit (Nur Aliem Halvaima)

2 komentar:

  1. selamat, Daeng!
    ohya, ini linknya http://mataharitimoer.com/mending-pakai-calo-link-dari-pada-citilink/

    BalasHapus
  2. kereenn,,, ko bisa? memang rejeki... :)

    BalasHapus