Jumat, 14 Mei 2010






Raja Bugis-Makassar diterima Presiden SBY di Istana Merdeka 7 Agustus 2009


PEMBERIAN gelar dari Raja Kei, Maluku Tenggara dan Tual kepada David Tjioe, berbuntut panjang. Warga pun protes dan kerusuhan pun "meledak". Masyarakat Kei-Maluku se-Jabodetabek juga bereaksi. Apa sebenarnya yang terjadi di balik pemberian gelar ini?

Direktur Utama PT Maritim Timur Jaya (MTJ), salah satu perusahaan ikan terbesar yang beroperasi di Kota Tual ini, didesak agar segera menanggalkan gelar tersebut. "David Tjoe tidak pantas menerima gelar adat tersebut dan harus segera dicabut," kata Umar Kei (Ohoitenan), Wakil Masyarakat Kei-Maluku Jabodetabek, Senin (19/10).

Pernyataan Umar Kei tersebut, disampaikan di Jakarta, berkaitan pemberian gelar Dir U Ham Wang (penguasa pemberi tugas adat kepada masyarakat adat) untuk David Tjoe, Sabtu (17/10) lalu di Tual, Maluku, yang berakhir rusuh karena ditolak warga.

Menurut Umar Kei, dirinya mengaku mewakili masyarakat Ratscap Danas, Tubab Yamlim, Mel Yam Fak, Yar Badang, Baldu Hadad yang berada di Jakarta, Bogiri, Depok, Tangerang, Bekasi Jabodetabek), menyatakan menolak pemberian yang dilakukan beberapa raja di Kepulauan Kei.

"Langkah yang diambil oleh beberapa raja tersebut, adalah kesalahan besar dalam adat Kei. Keputusan tersebut dilakukan hanya untuk kepentingan pribadi semata dan bukan aspirasi dari masyarakat Kei secara keseluruhan," kata Umar Kei.

Umar juga mengatakan, siapa dan apa manfaat kehadiran David Tjioe di tanah Kei, sampai sekarang masih dipertanyakan dan tidak diperlukan. "Saya siap berhadapan dengan aktor intelektual atau aktor premana siapapun dalam pengukuhan David sebagai anak adat Dir U Ham Wang," kata Umar, dengan nada tinggi.

Sementara itu, masyarakat Kei-Maluku se Jabodetabek, juga menyampaikan pernyataan sikap di hadapan sejumlah mass media cetak dan elektronik di Jakarta, dibacakan Umar Kei. Kepulauan Kei, kini memiliki dua daerah tingkat II yaitu Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual.

Masyarakat yang mendiami kedua daerah tersebut, sangat menjunjung tinggi, menghormati dan mematuhi hukum adat setempat yang disebut Hukum Adat Kei. Atas keprihatinan terhadap kejadian tersebut, masyarakat Kei-Maluku minta agar dalam waktu 1x24 jam pemberian gelar segera dicabut dan mengumumkan melalui semua media massa, cetan dan elektronik.

"Bila mana telah ada kesepakatan tertulis akibat pengukuhan tersebut, kami sangat mengharapkan agar semua pihak yang mendiami kepulauan Kei untuk tidak mematuhinya. Bila tidak ada kesepakatan yang jelas, kami generasi muda Kei di perantauan akan tetap memberikan dukungan dalam bentuk apapun," kata Umar. (aliem)


Raja Bugis-Makassar diterima Presiden SBY di Istana Merdeka 7 Agustus 2009

0 komentar:

Posting Komentar