JAKARTA -- Suku Dinas Pendidikan Dasar (Sudin Dikdas) yang berada di lingkungan kantor Walikota Jakarta Timur, didemo massa terkait dugaan penyalahgunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2010 di SD Negeri 02 dan 07 Pinang Ranti, Kecamatan Makasar.
Puluhan massa mengatasnamakan diri dari Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) tersebut, menggelar unjuk rasa di depan pintu gerbang kantor walikota, Senin (1/11). Ironisnya, saat didemo di kantornya, Kasudin Dikdas Zainal Abidin tidak berada di tempat, sementara pejabat Dikdas setempat mengaku hanya terkejut.
Haris Pertama, Koordinator KAMERAD, dalam aksinya mengatakan, penyelenggaraan pendidikan wajib belajar 9 tahun telah dinodai oleh sejumlah oknum kepala sekolah. Ironisnya unit terkait tidak menanggapi secara serius. Indikasinya adalah kerap terjadi penyimpangan dana BOS yang tidak ditangani secara serius.
Haris membeberkan, kepala SDN 02 dan 07 Pinang Ranti, diduga telah menjual buku penghubung kepada seluruh siswa, seharga Rp 10 ribu per buku. Selain itu siswa juga diwajibkan untuk membeli buku 4 tematik (seri A-D)seharga Rp 104 ribu. Ironisnya buku-buku tersebut sebenarnya tidak diwajibkan di sekolah. Sebab selama ini sudah ada buku wajib dan LKS yang telah diterapkan Pemprov DKI Jakarta.
"Siswa dipaksa untuk membeli buku Penghubung dan buku Tematik. Padahal sudah ada dana BOS untuk pembelian buku bagi siswa," kata Haris Pertama, dalam orasinya saat berunjukrasa di kantor waliikota Jakarta Timur, Senin (1/11). Ironisnya, semua buku yang diperjualbelikan itu telah dibubuhi stempel dari Dinas Pendidikan DKI dan SDN 02 Pinang Ranti.
Selanjutnya, ia meminta agar unit terkait segera mengambil tindakan tegas terhadap kepala sekolah yang menyalahgunakan penggunaan dana BOS/BOP dan dana bantuan anak miskin untuk memperkaya dirinya sendiri. Karenanya ia menganggap kasus tersebut adalah pungutan liar,
"Pecat kepala SDN 02 dan 07 Pinang Ranti dari jabatannya karena sudah menjelekkan citra pendidikan di Jakarta," katanya.
Terkait hal tersebut, Kasie Pendidikan SD Sudin Dikdas Jakarta Timur, Mangatur Sinaga, mengaku terkejut sebab pendemo tidak koordinasi sebelumnya dengan Sudin Dikdas. Biasanya, saat akan ada aksi demo, mereka memberitahukannya terlebih dulu.
"Ini tiba-tiba langsung aksi. Kita akan panggil kepala sekolah terkait untuk mengetahui duduk persoalannya," katanya.
Mengenai sanksi yang akan diberikannya, ia mengaku belum dapat mengambil keputusan karena harus diselidiki terlebih dulu. Ia juga menyebutkan bahwa pada dasarnya buku penghubung tidak wajib bagi siswa SD di sekolah. Sebab saat ini sudah ada LKS dan buku wajib sekolah. Kecuali jika sekolah masih membutuhkan buku penghubung maka siswa boleh dibelikan dengan menggunakan dana BOS. Sehingga siswa tidak dibebani untuk membelinya.
Sayangnya saat akan dikonfirmasi, Kepala SDN 02 Pinang Ranti, Friska Hasibuan, tidak bisa dihubungi. Beberapa kali ponselnya aktif saat dihubungi namun tidak ada jawaban dari yang bersangkutan.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, mengatakan, penggunaan dana BOS maupun BOP ini sangat fleksibel. Prinsipnya adalah untuk menunjang kualitas pendidikan di sekolah. Namun yang pasti, dana tersebut antara lain dapat digunakan untuk pembelian buku-buku pelajaran.
Mengenai sanksi bagi kepala sekolah yang diduga telah melakukan, tentunya akan diberikan sesuai dengan jenis pelanggarannya. Hanya saja harus dilakukan penyelidikan terlebih dulu.
"Sanksi tentunya ada bagi kepala sekolah yang melanggar. Sebab penggunaan dana BOS/BOP ini adalah tangungjawab para kepala sekolah untuk mempergunakannya sesuai dengan juknisnya," katanya. (aliem)
Puluhan massa mengatasnamakan diri dari Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) tersebut, menggelar unjuk rasa di depan pintu gerbang kantor walikota, Senin (1/11). Ironisnya, saat didemo di kantornya, Kasudin Dikdas Zainal Abidin tidak berada di tempat, sementara pejabat Dikdas setempat mengaku hanya terkejut.
Haris Pertama, Koordinator KAMERAD, dalam aksinya mengatakan, penyelenggaraan pendidikan wajib belajar 9 tahun telah dinodai oleh sejumlah oknum kepala sekolah. Ironisnya unit terkait tidak menanggapi secara serius. Indikasinya adalah kerap terjadi penyimpangan dana BOS yang tidak ditangani secara serius.
Haris membeberkan, kepala SDN 02 dan 07 Pinang Ranti, diduga telah menjual buku penghubung kepada seluruh siswa, seharga Rp 10 ribu per buku. Selain itu siswa juga diwajibkan untuk membeli buku 4 tematik (seri A-D)seharga Rp 104 ribu. Ironisnya buku-buku tersebut sebenarnya tidak diwajibkan di sekolah. Sebab selama ini sudah ada buku wajib dan LKS yang telah diterapkan Pemprov DKI Jakarta.
"Siswa dipaksa untuk membeli buku Penghubung dan buku Tematik. Padahal sudah ada dana BOS untuk pembelian buku bagi siswa," kata Haris Pertama, dalam orasinya saat berunjukrasa di kantor waliikota Jakarta Timur, Senin (1/11). Ironisnya, semua buku yang diperjualbelikan itu telah dibubuhi stempel dari Dinas Pendidikan DKI dan SDN 02 Pinang Ranti.
Selanjutnya, ia meminta agar unit terkait segera mengambil tindakan tegas terhadap kepala sekolah yang menyalahgunakan penggunaan dana BOS/BOP dan dana bantuan anak miskin untuk memperkaya dirinya sendiri. Karenanya ia menganggap kasus tersebut adalah pungutan liar,
"Pecat kepala SDN 02 dan 07 Pinang Ranti dari jabatannya karena sudah menjelekkan citra pendidikan di Jakarta," katanya.
Terkait hal tersebut, Kasie Pendidikan SD Sudin Dikdas Jakarta Timur, Mangatur Sinaga, mengaku terkejut sebab pendemo tidak koordinasi sebelumnya dengan Sudin Dikdas. Biasanya, saat akan ada aksi demo, mereka memberitahukannya terlebih dulu.
"Ini tiba-tiba langsung aksi. Kita akan panggil kepala sekolah terkait untuk mengetahui duduk persoalannya," katanya.
Mengenai sanksi yang akan diberikannya, ia mengaku belum dapat mengambil keputusan karena harus diselidiki terlebih dulu. Ia juga menyebutkan bahwa pada dasarnya buku penghubung tidak wajib bagi siswa SD di sekolah. Sebab saat ini sudah ada LKS dan buku wajib sekolah. Kecuali jika sekolah masih membutuhkan buku penghubung maka siswa boleh dibelikan dengan menggunakan dana BOS. Sehingga siswa tidak dibebani untuk membelinya.
Sayangnya saat akan dikonfirmasi, Kepala SDN 02 Pinang Ranti, Friska Hasibuan, tidak bisa dihubungi. Beberapa kali ponselnya aktif saat dihubungi namun tidak ada jawaban dari yang bersangkutan.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, mengatakan, penggunaan dana BOS maupun BOP ini sangat fleksibel. Prinsipnya adalah untuk menunjang kualitas pendidikan di sekolah. Namun yang pasti, dana tersebut antara lain dapat digunakan untuk pembelian buku-buku pelajaran.
Mengenai sanksi bagi kepala sekolah yang diduga telah melakukan, tentunya akan diberikan sesuai dengan jenis pelanggarannya. Hanya saja harus dilakukan penyelidikan terlebih dulu.
"Sanksi tentunya ada bagi kepala sekolah yang melanggar. Sebab penggunaan dana BOS/BOP ini adalah tangungjawab para kepala sekolah untuk mempergunakannya sesuai dengan juknisnya," katanya. (aliem)
0 komentar:
Posting Komentar