Sabtu, 06 November 2010

Izin JT 20 sudah mati tapi pedagang masih dipungli

JAKARTA -- Pedagang kaki lima (PKL) yang ada di JT 20 Kelurahan Rawabunga, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur masih terus beroperasi kendati ijin usaha JT tersebut diduga telah habis masa berlakunya. Seluruh pedagang yang menempati bantaran Kali Baru tersebut, tetap dipungut dipungli dengan dalih retribusi.

Keterangan yang dihimpun Harian Terbit di lapangan menyebutkan, JT tersebut telah habis masa berlakunya sejak Mei 2010 lalu. Namun hingga kini setiap pedagang masih dipungut retribusi sebesar Rp 2000 setiap harinya. Pemungutan dilakukan oleh warga setempat berinisial Hendra. Selanjutnya uang itu disetorkan ke Sudin Koperasi, UKM dan Perdagangan setempat.

Kasudin Koperasi, UKM dan Perdagangan Jakarta Timur, Sri Indrastuti, menyebutkan bahwa seluruh JT yang ada di 59 titik di Jakarta Timur, saat ini masih berlaku. ”Jadi sebelum ada pengganti SK gubernur DKI nomor 80 tahun 2009, seluruh JT yang ada ini masih berlaku masa ijinnya,” kata Iin, panggilan akrab Sri Indrastuti kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan pernyataan Kasie PKL Sudin Koperasi, UKM dan Perdagangan Jakarta Timur, Supanji, yang sebelumnya membenarkan bahwa JT 20 ini telah habis masa berlakunya sejak Mei 2010. Namun mengenai penertiban terhadap JT 20 itu, kata Supanji, menjadi kewenangan Satpol PP. ”Tugas pembongkaran merupakan wewenang Pol PP,” katanya.

Keberadaan PKL di JT 20 ini, justeru menimbulkan kecemburuan bagi sedikitnya 90 gubuk liar milik pedagang kaki lima yang juga berdiri di bantaran Kali Baru yang ditertibkan petugas Pol PP Jatinegara, Selasa (2/11) lalu. Penertiban ini dilakukan terkait dengan rencana pemerintah kota setempat untuk melakukan normalisasi Kali Baru.

Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Satpol PP Jakarta Timur, Agus Dwi, mengatakan, penertiban ini dilakukan karena seluruh gubuk berdiri di atas bantaran kali. Padahal, saat ini pemerintah kota tengah menggalakan program normalisasi saluran air. Jika bangunan di bantaran kali tidak ditertibkan maka akan menghambat program normalisasi tersebut. Nantinya, jika seluruh bangunan yang ada di bantaran kali itu sudah bersih, lahannya akan dijadikan ruang terbuka hijau (RTH).

Kalangan pedagang sendiri yang umumnya berjualan barang-barang bekas, mulai dari elektronik, spare part motor dan mobil, makanan dan minuman serta sejumlah jenis dagangan lainnya, menilai petugas Satpol PP pilih kasih dalam melakukan penertiban.

”Kalau alasannya untuk normalisasi kali dan mau dijadikan taman, kenapa hanya kami saja yang ditertibkan. Sementara puluhan pedagang yang ada di JT itu tidak ditertibkan, padahal sama-sama berada di bantaran kali. Katanya JT 20 itu juga sudah habis masa berlakunya,” kata Suranto, salah seorang pedagang yang turut ditertibkan.

Hal senada diungkapkan Sairun, pedagang bubur yang menggunakan gerobak. ”Orang mau jualan kok diusir-usir, jangan pilih kasih dong. Kenapa di sini ditertibkan sementara yang di depan kantor kelurahan tidak ditertibkan,” ujarnya memprotes. (aliem)

0 komentar:

Posting Komentar