Senin, 17 Mei 2010


Untuk meningkatkan kinerja aparat kejaksaan, khususnya dalam menangani kasus korupsi, Jaksa Agung harus selektif dalam menempatkan jaksa yang benar-benar profesional. Tanpa upaya seperti ini, kasus korupsi tidak pernah bisa tuntas ditangani. Bahkan terdakwanya akan bebas di pengadilan.

Demikian dikatakan Presiden Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI), Indra Sahnun Lubis, saat bincang-bincang di kantornya, Jl Brawijaya, Jakarta Selatan, kemarin. Berikut petikan wawancara pengacara senior ini yang menyoroti kinerja kejaksaan.

+ Bagaimana Anda melihat kinerja kejaksaan selama ini?
- Kinerja aparat kejaksaan belum memuaskan, khususnya dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi. Jaksa Agung perlu selektif dalam menempatkan jaksa, harus yang benar-benar profesional.

+ Kalau tidak, apa pengaruhnya bagi citra kejaksaan?
- Jaksa yang profesional, tentu akan mengangkat citra kejaksaan. Namun kalau tidak, justeru akan berbalik, akan merusak citra kejaksaan. Misalnya, munculnya kasus suap yang melibatkan oknum kejaksaan, adanya terdakwa yang sudah ditahan sekian bulan namun ketika disidang di pengadilan, terdakwanya bebas. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan, apakah hakimnya yang salah, apa penuntut umumnya yang tidak profesional.

+ Dampaknya ke depan bagaimana?
- Dengan adanya kasus seperti ini, mau tidak mau, akan membuat masyarakat tidak percaya lagi dengan kepada kejaksaan. Lebih jauh dari itu, sangat mengecewakan masyarakat, akan menimbulkan opini masyarakat, bahwa jaksa tidak profesional, rentan terkena suap.

+ Soal pemerasan ini, bagaimana menjelaskannya?
- Saya hanya ingin menagih janji Jaksa Agung, yang pernah menyatakan tekad akan
membersihkan institusi kejaksaan dari praktek jaksa yang nakal. Kenyataannya, banyak penanganan kasus terutama kasus korupsi yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.

+ Apakah termasuk kasus yang mengendap dan tidak pernah sampai ke pengadilan?
- Ya. Jangan kasus seperti ini menjadi komoditi untuk pemerasan. Kalau jaksa sudah berani memeriksa tersangka, berarti tersangka itu harus ditingkatkan menjadi terdakwa dan perkaranya harus sampai ke pengadilan. Selama ini, ada kesan setiap ganti Kajari (kepala kejaksaan negeri, red), orang yang sudah pernah diperiksa, tetap diperiksa lagi oleh pejabat yang baru. Jangan Kajari lama diganti, Kajari baru menghentikan penyelidikan. Tersangka menjadi ATM bagi oknum aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan.

+ Ke depan, harapan Anda mengenai aparat kejaksaan?
- Saya setuju, Jaksa Agung melakukan reformasi kejaksaan. Jaksa Agung jangan lagi hanya membuat slogan, memberikan harapan-harapan tapi tidak ada tindaklanjutnya. Dulu, jaksa yang nakal, biasanya langsung dipecat, atau di-nonjobkan. Sekarang, makin banyak jaksa nakal, ini karena Jaksa Agung tidak berani bertindak. Satu contoh perkara yang pernah saya tangani. Aspidum Kejati DKI pernah saya laporkan ke Jaksa Agung namun tidak ada tindak lanjutnya. Klien saya, yang menjadi tersangka diajukan ke pengadilan, tapi di pengadilan dibebaskan demi hukum.

+ Anda mensinyalir ada aroma suap?
- Ini pasti ada aksi suap di balik kasus tersebut, karena terdakwa ditahan kejaksaan tapi tanpa bukti.

+ Ouwh..begitu?
(nur aliem, 24/07/09)


KEJAKSAAN AGUNG RI, ternyata tidak hanya memantau dugaan tindak pidana korupsi, tapi juga memantau kebakaran. Foto diambil saat ruko di Kranji, dekat Perumnas I Kota Bekasi, terbakar, akhir Juni 2009 yang ditonton "petugas" dari KEJAKSAAN AGUNG RI.

0 komentar:

Posting Komentar