Komunitas Blogger Rerporter Indonesia (BRID) bersama para petinggi BNN (Foto: Fitri Rosdiani) |
IDE tulisan ini muncul setelah
beberapa kali bertemu dengan petinggi Badan Narkotika Nasional (BNN). Pertama
di restoran saat kopi darat di bilangan Pondok Gede, dan kedua saat audensi ke
gedung BNN di Jalan MT Haryono, keduanya masih di Jakarta Timur. Muncul wacana,
atau lebih tepat sebuah tantangan dari BNN kepada komunitas penulis blog di
dunia maya ini. Blogger sebagai tenaga penyuluh, mungkinkah? Atau pertanyaannya
dibalik, mungkinkah blogger jadi tenaga penyuluh?
Awalnya adalah sebuah pertemuan di Sabtu
pagi 22 Februari 2014 itu. Sedikitnya berkumpul sekitar 40-an blogger di
Restoran "Mie Ceker" Bandung, Cabang Pondok Gede, Jalan Pondok Gede
Raya No 9 Jakarta Timur. Mereka melakukan Kopdar (Kopi Darat) sambil
mendengarkan pemaparan tentang bahaya narkoba dari pihak BNN.
Pertemuan berikutnya di acara Forum
Grup Discussion (FGD) dengan Badan Narkotika Nasional di Jalan MT Haryono,
keduanya masih di Jakarta Timur. Dalam forum
diskusi yang dilaksanakan pada Senin 14 April 2014 itulah, Deputi Pencegahan BNN,
Yappi Manape menantang nyali para blogger apakah berani jadi penyuluh? Ya, tenaga
penyuluh yang akan diterjunkan mensosialisasikan apa itu narkoba dan bahayanya
kepada masyarakat.
Yappi Manape menekankan pada peran
bloger dalam membuat tulisan pencegahan narkoba agar lebih mengedepankan pesan
dengan bahasa yang edukatif. Selain itu, juga dijelaskan tentang standar
pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan yang akan lebih
efektif jika bekerjasama dengan beberapa pihak. Dari pengarahan tersebut,
tiba-tiba Deputi Pencegahan ini mengatakan, “kita akan melibatkan para blogger
sebagai tenaga penyuluh lapangan”.
Salah seorang blogger yang ikut
dalam acara diskusi ini, Rulli Nasrullah yang akrab disapa Kang Arul, menyambut
baik tawaran tersebut. “Siapa takut Pak. Blogger itu memang sebaiknya jangan
hanya pintar menulis di blog, tapi harus berani pula menjadi tenaga penyuluh.
Jadi harus dua-duanya diberdayakan. Ya menulis, ya berbicara. Ya melalui
tulisan di blog, juga melalui lisan atau penyuluhan langsung ke lapangan,” kata
Kang Arul.
Gayung pun bersambut. Pihak BNN
melalui Yappi Manape berjanji akan merealisasikan rencana ini dengan melibatkan
blogger sebagai tenaga penyuluh. Tentunya,
diawali dengan pelatihan-pelatihan melalui apa yang populer disebut
Training of Trainer (ToT), yakni
pelatihan calon pelatih atau penyuluhan kepada calon tenaga penyuluh. Setelah
dianggap sudah siap dan “matang” dengan pengetahuan teori, para blogger ini
kemudian akan diterjunkan dengan menggunakan “payung” yang diperolehnya dari
BNN untuk menyuluh di lapangan.
Kepala
BNN, Anang Iskandar pada kesempatan yang sama sebelum acara diskusi, juga menjelaskan
bahwa yang terpenting dari ini semua bahwa narkoba, maka BNN dengan segenap
elemen masyarakat dan pemerintah harus bisa bergerak bersama dan serentak,
terutama para blogger yang selalu memberikan informasi yang benar melalui media
sosial di internet.
“Blogger terutama yang tergabung dalam komunitas Blogger Reportase Indonesia (BRID) di harapkan dapat memberikan solusi bagi mereka yang membutuhkan informasi dan cara yang benar,” katanya.
“Blogger terutama yang tergabung dalam komunitas Blogger Reportase Indonesia (BRID) di harapkan dapat memberikan solusi bagi mereka yang membutuhkan informasi dan cara yang benar,” katanya.
Suasana pertemuan yang dilanjutkan diskusi blogger dan BNN (foto : Fitri Rosiani) |
Terkait pernyataan Anang Iskandar,
maka Yappi Manape berharap agar ke depan, peran bloger dalam membuat tulisan
pencegahan narkoba lebih mengedepankan pesan dengan bahasa yang edukatif.
Selain itu juga dijelaskan tentang standar pencegahan penyalahgunaan narkoba
berbasis ilmu pengetahuan yang akan lebih efektif jika bekerjasama dengan
beberapa pihak.
Peran Blogger
Blogger sendiri sudah mulai berperan,
minimal melalui tulisan di blog masing-masing sejak pertemuan di Pondok Gede
itu. Pertemuan yang dipandu oleh Thamrin Dahlan, blogger yang juga pensiunan
BNN dihadiri langsung Direktur
Diseminasi Informasi BNN, Drs Gun Gun Siswadi, M.Si ditemani stafnya Ibu Retno
dari divisi media BNN.
Dalam diskusi tersebut, terungkap
bahwa tujuan mulia dari FGD tersebut adalah dalam rangka mendukung program BNN
menulis 10.000 halaman terkait narkotika. Itu sebabnya, BNN mengundang
komunitas Blogger Reporter untuk Focus Discussion Group (FGD) tentang narkotika
sekaligus meliputnya.
Sedang khusus untuk pak Thamrin
Dahlan, beliau yang sudah dianggap sebagai orang tua para blogger dan penulis
produktif ini, dalam pengantar tulisannya di blog kroyokan Kompasiana, mengaku
ingin ikut memberi sumbangsih kecil sebagai "orang BNN" yang
mempertautkan mozaik penulis dengan birokrat dari sisi jurnalistik dalam upaya
menyelamatkan generasi muda. Luar biasa. Salut buat pak Thamrin.
Sebelum acara diskusi dimulai,
terlebih dahulu seluruh peserta diminta mengisi jawaban dan pendapat pribadi
kita di lembaran kertas berupa daftar pertanyaan seputar narkoba.
Antara lain sejauh mana pengetahuan
kita tentang narkoba, apa dasar hukum penerapan sanksi penyalahgunaan narkoba,
bagaimana sikap kita jika di lingkungan pemukiman ada indikasi pecandu narkoba,
dan lain-lain. Lembar pertanyaan ini kemudian disodorkan lagi kepada peserta
pasca acara diskusi. Maksunya, apakah materi yang diberikan ada yang meresap
gak sih, hehehe...
Selanjutnya baru masuk ke pemaparan
Pak Gun Gun dari BNN. Meski materinya termasuk serius, tapi pria murah senyum
ini membawakannya dengan penuh santai dan diselingi humor sehingga gampang
nyambung dengan audensnya. Komunikatiflah.
Nikmatnya narkoba, paling tidak begitulah
yang dirasakan oleh para pemakainya atau pecandunya. Namun itu ternyata hanya
sesaat. Sebab seperti kata Pak Gun Gun, narkoba adalah termasuk musuh bersama
dan bahaya laten setelah terorisme dan korupsi.
"Bedanya kalau terorisme
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, korupsi membuat negara bangkrut akibat
uang rakyat digerogoti, maka narkoba selain hilangnya nyawa dan uang bagi
pemakainya tapi lebih jauh dari itu. Hilangnya satu generasi (lost generation).
Itulah perlunya kita tahu bahaya narkoba ini sebagai upaya penyelamatan
generasi demi kemajuan anak bangsa kita," kata pak Gun Gun.
Bagaimana mengetahui seseorang itu
pecandu narkoba? Gampang mengenalinya ternyata. Gejala awal adalah kepala
pusing, badan gemetar, mudah marah, sulit tidur. Sedangkan dampaknya dari
mengkonsumsi narkoba adalah menyebabkan kerusakan permanen pada otak,
pendarahan hidung, kehilangan ingatan, kehilangan kendali tubuh, kram, nyeri,
dan batuk parah.
Dari paparan tersebut, diketahui
pula bahwa siapa pun berpotensi kecanduan narkoba. Baik disengaja maupun secara
tidak sengaja. Laki-laki maupun perempuan, tak terkecuali mereka yang berada di
antara kedua jenis kelamin tersebut.
Dari kelompok usia misalnya, mereka
yang TSK (tersangka) narkoba seperta sejumlah temuan BNN, adalah mereka yang
berusia di atas 30 tahun. Kenapa? karena mereka termasuk sudah mapan, punya
penghasilan tetap ditambah dengan pengaruh gaya hidup (life style) dan akbiat
tekanan hidup membuat orang stres. Sedang dari kelompok latar belakang
pendidikan, terbanyak adalah lulusan SMA mencapai 60,13 persen. Sisanya adalah
pendidikan SD, SMP dan PT.
Kenapa disebut pula pecandu atau TSK
narkoba bisa dialami secara sengaja maupun tidak sengaja? Menurut Pak Gun Gun,
itu karena penyebaran narkoba sudah dilakukan melalui berbagai media atau
sarana penyebaran. Bahkan diselundupkan dalam berbagai cara. Siapa yang
menyangka misalnya kalau narkoba diselundupkan
melalui sepatu wanita, kaki palsu, tabung oksigen, pembalut wanita, parfum,
shampo, makanan, koper, batu nisan, dalam rambut gimbal dan lain-lain.
Selain itu, cara membuat narkoba ini
sudah lebih muda. Bisa dipelajari melalui internet. Karena itu mudah diproduksi
baik di perumahan, apartemen, di penjara (Lapas) sehingga tidak perlu tenaga
yang benar-benar ahli.
Kasus pecandu yang terbaru adalah
yang menimpa diri artis Robert Danuarta (RD). Tapi seperti kata pak Thamrin
Dahlan, itu hanyalah salah satu dari ratusan ribu korban penyalahgunaan narkoba.
Di luar itu masih banyak sekali generasi muda yang tergoda dan kemudian
menyalahgunakan narkoba dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan data BNN, terdapat
hampir 2,7 juta penduduk Indonesia yang terjerat masalah narkoba. Masya Allah.
Data yang cukup mengenaskan dan "amboi" ini, menyimpulkan bahwa
hampir setiap hari terjadi 40 orang penyalahguna narkoba. Dan mereka itu
berujung dengan kematian. Nah, mau cepat mati atau bertahan sehingga masih
berkesempatan berkarya? Jawabannya ada di hati masing-masing. Karena itu, tidak
ada salahnya kalau blogger ikut membantu mensosialisasikan bahaya narkoba
sebagai tenaga penyuluh.
Deputi Pencegahan BNN, Yappi Manape (tengah) saat diskusi dengan blogger (foto Fitri Rosiani) |
Langkah
Pencegahan
Saat ini, katanya, ada 3 tipe pencegahan
penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh BNN yaitu : Pencegahan Primer, Pencegahan
Sekunder, dan Pencegahan Tertiary.
Pencegahan Primer merupakan tindakan pencegahan yang dilakukan sejak dini supaya orang tidak menyalahgunakan narkoba. Tindakan pencegahan ini ditujukan untuk lebih kurang 246 juta rakyat Indonesia yang belum tercemar narkoba dan perlu proteksi dari akibat buruk narkotika.
Pencegahan Sekunder adalah untuk menginisiasi penyalahguna narkoba yang baru saja menggunakan atau mencoba-coba. Mereka perlu disadarkan supaya nantinya tidak berkembang menjadi pecandu karena efek adiktif dari narkoba yang dikonsumsi. Pecegahan ini menitik beratkan pada mengarahkan si penyalahguna narkoba untuk melalukan pola hidup sehat dalam keseharian mereka (healthy lifestyle). Selain itu juga dibantu agar mereka menjalani terapi maupun rehabilitasi.
Pencegahan Tersier ditujukan bagi para pecandu yang sudah lama mengonsumsi narkoba dan bergaul dnegan barang haram ini. Dalam tahap pencegahan ini para pecandu akan direhabilitasi. Ini karena para pecandu tersebut pada dasarnya adalah seseorang yang sakit sehingga perlu disembuhkan. Dalam masa rehabilitasi para pecandu akan dipulihkan dari ketergantungan sehingga mereka bisa hidup normal serta kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat.
Pencegahan Primer merupakan tindakan pencegahan yang dilakukan sejak dini supaya orang tidak menyalahgunakan narkoba. Tindakan pencegahan ini ditujukan untuk lebih kurang 246 juta rakyat Indonesia yang belum tercemar narkoba dan perlu proteksi dari akibat buruk narkotika.
Pencegahan Sekunder adalah untuk menginisiasi penyalahguna narkoba yang baru saja menggunakan atau mencoba-coba. Mereka perlu disadarkan supaya nantinya tidak berkembang menjadi pecandu karena efek adiktif dari narkoba yang dikonsumsi. Pecegahan ini menitik beratkan pada mengarahkan si penyalahguna narkoba untuk melalukan pola hidup sehat dalam keseharian mereka (healthy lifestyle). Selain itu juga dibantu agar mereka menjalani terapi maupun rehabilitasi.
Pencegahan Tersier ditujukan bagi para pecandu yang sudah lama mengonsumsi narkoba dan bergaul dnegan barang haram ini. Dalam tahap pencegahan ini para pecandu akan direhabilitasi. Ini karena para pecandu tersebut pada dasarnya adalah seseorang yang sakit sehingga perlu disembuhkan. Dalam masa rehabilitasi para pecandu akan dipulihkan dari ketergantungan sehingga mereka bisa hidup normal serta kembali bersosialisasi dengan keluarga dan masyarakat.
Langkah BNN ini, menurut Yappi Manape, sesuai dengan kajian United
Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) yaitu badan PBB yang mengurusi
Narkotika dan Kriminal. Dalam kajiannya, UNODC merekomendasikan pencegahan
penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan.
UNODC menunjukkan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan narkoba yang selama ini dilakukan seperti pencetakan booklet, buku, poster maupun leaflet malah terkesan menyeramkan sehingga tidak menarik perhatian masyarakat untuk tahu lebih banyak tentang narkoba dan bahayanya. Ini karena materi, isi maupun testimony yang ada di dalamnya kurang atau bahkan tidak tepat sebagai sarana untuk menyadarkan ataupun mengingatkan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
Berbagai sarana tersebut sangat kurang memberi dampak positif bahkan tidak mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat sama sekali. Oleh karena itulah UNODC merekomendasikan strategi pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan. Metode kali ini mengutamakan kerjasama dengan keluarga, sekolah, masyarakat ataupun komunitas tertentu untuk mengembangkan program pencegahan yang menekankan pada aspek pendidikan (edukasi).
Dengan metode pencegahan berbasis ilmu pengetahuan ini diharapkan bisa memastikan anak-anak serta pemuda khususnya yang hidup di daerah tertinggal ataupun dari keluarga pra sejahtera bisa tumbuh menjadi generasi bangsa yang sehat. Pola hidup sehat serta pendidikan karakter sangat penting diterapkan bagi masyarakat prasejahtera karena mereka sangat rentan pada pengaruh penyalahgunaan narkoba.
“Betapa sayangnya setiap rupiah yang dibelanjakan oleh para penyalahguna narkoba maupun untuk kegiatan pencegahannya. Uang tersebut lebih baik digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Dalam kajian UNODC setiap dolar (US $) yang dibelanjakan guna pencegahan penyalahgunaan narkoba paling sedikit bisa menyelamatkan kesehatan 10 orang di masa depan. Selain itu biaya ini juga bisa mengurangi biaya sosial dan tindak kejahatan akibat penyalahgunaan narkoba,” kata Yappi Manape.
Lebih penting lagi dalam standar pencegahan berbasis ilmu pengetahuan ini adalah tentang intervensi dan kebijakan pemerintah. Perlu diketahui bahwa sistem pencegahan penyalahgunaan narkoba di setiap negara berbeda-beda. Untuk itulah diperlukan komponen-komponen serta fitur-fitur yang efektif bagi sistem pencegahan nasional dengan hasil yang positif.
Menurut UNODC ada 5 target grup untuk intervensi dalam penerapan Standard Pencegahan Berbasis Ilmu Pengetahuan. Kelima grup tersebut adalah : Keluarga, Sekolah, Komunitas (Masyarakat), Lingkungan kerja dan Sektor kesehatan.
Agar penerapan Standard Pencegahan Berbasis Ilmu Pengetahuan lebih efektif, maka setiap target grup di atas dibagi lagi berdasarkan umur. Berikut ini adalah pembagiannya : Prenatal & Infancy (Sejak anak dalam kandungan), Early childhood (Balita , usia 0-5 tahun ), Middle Childhood (SD kelas rendah , usia 6-10 tahun), Early adolescence (SD kelas tinggi, usia 11-14 tahun), Adolescence (Remaja , usia 15-19 tahun), Adulthood (Dewasa, usia 20-25 tahun).
Dalam sistem pencegahan berbasis ilmu pengetahuan ini dukungan terhadap anak-anak serta remaja selama dalam perkembangan mereka, sangatlah diperlukan. Bahkan, seharusnya ini dijadikan fokus utama. Hal ini karena saat-saat kritis penyalahgunaan narkoba adalah pada masa transisi dari masa anak-anak menuju masa remaja. Tentu saja dalam hal ini peran serta keluarga dan masyarakat, sangatlah diperlukan terutama dalam hal komunikasi juga berbagai upaya untuk menghindari penyalahgunaan narkoba didalam keluarga dan di masyarakat.
“Yang tidak kalah penting adalah kebijakan untuk mendukung agar para pecandu narkoba di kirim ke pusat rehabilitasi, bukan dihukum dan mengirimnya ke dalam penjara. Oleh karena itu agar kebijakan ini bisa berjalan dengan lancar maka perlu adanya dukungan kebijakan maupun regulasi guna memastikan ketersediaan narkoba yang ditujukan bagi kepentingan medis dalam upaya perawatan maupun rehabilitasi bagi para pecandu narkoba,” kata Yappi Manape. (*)
UNODC menunjukkan bahwa metode pencegahan penyalahgunaan narkoba yang selama ini dilakukan seperti pencetakan booklet, buku, poster maupun leaflet malah terkesan menyeramkan sehingga tidak menarik perhatian masyarakat untuk tahu lebih banyak tentang narkoba dan bahayanya. Ini karena materi, isi maupun testimony yang ada di dalamnya kurang atau bahkan tidak tepat sebagai sarana untuk menyadarkan ataupun mengingatkan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan narkoba.
Berbagai sarana tersebut sangat kurang memberi dampak positif bahkan tidak mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat sama sekali. Oleh karena itulah UNODC merekomendasikan strategi pencegahan penyalahgunaan narkoba berbasis ilmu pengetahuan. Metode kali ini mengutamakan kerjasama dengan keluarga, sekolah, masyarakat ataupun komunitas tertentu untuk mengembangkan program pencegahan yang menekankan pada aspek pendidikan (edukasi).
Dengan metode pencegahan berbasis ilmu pengetahuan ini diharapkan bisa memastikan anak-anak serta pemuda khususnya yang hidup di daerah tertinggal ataupun dari keluarga pra sejahtera bisa tumbuh menjadi generasi bangsa yang sehat. Pola hidup sehat serta pendidikan karakter sangat penting diterapkan bagi masyarakat prasejahtera karena mereka sangat rentan pada pengaruh penyalahgunaan narkoba.
“Betapa sayangnya setiap rupiah yang dibelanjakan oleh para penyalahguna narkoba maupun untuk kegiatan pencegahannya. Uang tersebut lebih baik digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Dalam kajian UNODC setiap dolar (US $) yang dibelanjakan guna pencegahan penyalahgunaan narkoba paling sedikit bisa menyelamatkan kesehatan 10 orang di masa depan. Selain itu biaya ini juga bisa mengurangi biaya sosial dan tindak kejahatan akibat penyalahgunaan narkoba,” kata Yappi Manape.
Lebih penting lagi dalam standar pencegahan berbasis ilmu pengetahuan ini adalah tentang intervensi dan kebijakan pemerintah. Perlu diketahui bahwa sistem pencegahan penyalahgunaan narkoba di setiap negara berbeda-beda. Untuk itulah diperlukan komponen-komponen serta fitur-fitur yang efektif bagi sistem pencegahan nasional dengan hasil yang positif.
Menurut UNODC ada 5 target grup untuk intervensi dalam penerapan Standard Pencegahan Berbasis Ilmu Pengetahuan. Kelima grup tersebut adalah : Keluarga, Sekolah, Komunitas (Masyarakat), Lingkungan kerja dan Sektor kesehatan.
Agar penerapan Standard Pencegahan Berbasis Ilmu Pengetahuan lebih efektif, maka setiap target grup di atas dibagi lagi berdasarkan umur. Berikut ini adalah pembagiannya : Prenatal & Infancy (Sejak anak dalam kandungan), Early childhood (Balita , usia 0-5 tahun ), Middle Childhood (SD kelas rendah , usia 6-10 tahun), Early adolescence (SD kelas tinggi, usia 11-14 tahun), Adolescence (Remaja , usia 15-19 tahun), Adulthood (Dewasa, usia 20-25 tahun).
Dalam sistem pencegahan berbasis ilmu pengetahuan ini dukungan terhadap anak-anak serta remaja selama dalam perkembangan mereka, sangatlah diperlukan. Bahkan, seharusnya ini dijadikan fokus utama. Hal ini karena saat-saat kritis penyalahgunaan narkoba adalah pada masa transisi dari masa anak-anak menuju masa remaja. Tentu saja dalam hal ini peran serta keluarga dan masyarakat, sangatlah diperlukan terutama dalam hal komunikasi juga berbagai upaya untuk menghindari penyalahgunaan narkoba didalam keluarga dan di masyarakat.
“Yang tidak kalah penting adalah kebijakan untuk mendukung agar para pecandu narkoba di kirim ke pusat rehabilitasi, bukan dihukum dan mengirimnya ke dalam penjara. Oleh karena itu agar kebijakan ini bisa berjalan dengan lancar maka perlu adanya dukungan kebijakan maupun regulasi guna memastikan ketersediaan narkoba yang ditujukan bagi kepentingan medis dalam upaya perawatan maupun rehabilitasi bagi para pecandu narkoba,” kata Yappi Manape. (*)
#IndonesiaBerbegas
Sumber :
Badan
Narkotika Nasional (BNN)
United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)
United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)
wah ide yg bagus tuh!
BalasHapusjadi penyuluh...saya yakin blogger juga bisa kok...tapi yang penting blogger-nya benar-benar bersih dari Narkoba......
BalasHapuskeep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
Betul pak Hariyanto, bloggernya juga harus steril hehehe.... salam kembali dari Jakarta untuk Makassar
Hapus